Reading
![]() |
Paul McCartney |
Nabi juga gondrong. Namun, kenapa
rambut gondrong selalu dipermasalahkan dengan alasan tidak rapi. Padahal rambut
tidak berdampak buruk pada kinerja dan kecerdasan.
Jika anda laki-laki, dan rambut
anda panjang, anda layak disebut gondrong. Kalau anda wanita, dan anda
juga berambut panjang, apakah anda tidak aneh disebut gondrong? Setahu saya,
wanita sah-sah saja punya rambut panjang. Harus saya akui wanita dengan rambut
panjang, memang terlihat cantik.
Rambut tak pengaruhi otak. Bahkan
rambut gondrong tidak pengaruhi isi kepala. Rambut gondrong juga belum tentu
membuat seseorang malas dan tidak berkarya. Tak jarang orang gondrong adalah
orang-orang kreatif.
Tradisi massif Kolonialis
Rambut telah menjadi ukuran
kesopanan, keberadaban bahkan indikasi mental dan semangat juang. Itulah
fenomena jaman modern. Semua diukur dari kerapian ala orang kantoran. Tak rapi
macam orang kantoran tak layak. Dunia modern cuma suka lihat bungkus. Isi busuk
tak apa, yang penting bungkus bagus. Tak heran kalau Indonesia jadi bangsa
negara penipu yang menipu rakyatnya.
Termasuk dalam urusan rambut. Ini
sudah gila. Saking paranoidnya, orang gondrong selalu disamakan seperti
genderuwo atau semacamnya. Orang-orang Indonesia tidak mau belajar dari
sejarah. Lihat saja di gereja-gereja, Yesus kan rambutnya gondrong. Bukan cepak
macam kadet Akademi Militer. Juga tidak potongan pendek belah tengah macam Mao
Ze Dong muda.
Orang Indonesia, tahunya kalau
orang gondrong seperti genderuwo. Mereka pikir semua orang gondrong itu jahat.
Coba pikirkan, jika Musso dan Aidit yang pemimpin PKI itu dianggap jahat, kita
harus lihat rambut mereka tidak gondrong. Hampir semua koruptor bahkan tidak
gondrong. Rambut mereka memang tidak gondrong, tapi mental mereka jelas
genderuwo.
Orang Indonesia juga lupa kalau
banyak pejuang gerilyawan Indonesia yang dulu bertempur melawan tentara Belanda
jaman revolusi juga berambut gondrong. Tidak menghargai orang gondrong, berarti
juga tidak menghargai perjuangan bangsa ini. Alias tidak nasionalis karena
tidak menghargai para pejuang yang pernah gondrong.
Orde baru, meski sok liberal
tulen, pernah antipati sama orang berambut gondrong. Entah kenapa? Setahu saya,
banyak pejabat orde baru itu agamanya Islam dan juga Kristen. Kalau kita ke
gereja, lihat saja banyak lukisan Yesus berambut gondrong.
Muhammad, juga rasanya berambut
gondrong. Tak ada tradisi cukur rambut teratur di masa lalu. Meski rambut
mereka tidak jelas, mungkin juga gondrong, mereka bisa bikin jutaan orang
tercerahkan. Itu luar biasa.
Saya kadang merasa kesal kalau
ada orang Islam atau Kristen yang suka bilang, orang gondrong itu banci.
Mengatakan orang gondrong itu banci, sebenarnya sama saja bilang Nabi-Nabi itu
banci juga. Orang-orang Indonesia mulai massif rajin cukur rambut, itu karena
dijajah Belanda. Jadi cukur rambut juga tradisi kolonial juga. Tapi, kaum
nasionalis juga ikut-ikutan kaum penjajah juga, dengan rajin cukur rambut.
Setahu saya, Hatta juga rajin
cukur rambut. Sebulan sekali, dengan waktu, tempat dan pencukur yang sama juga.
Tapi, tak semua orang di Nusantara ini harus dan bisa seperti Hatta. Mereka
juga punya hak untuk tidak seperti Hatta. Mereka punya hak untuk tidak perlu
serapi Hatta. Mereka juga punya hak untuk gondrong.
Kami Gondrong Karena Kami Berkarya
Yesus, sebagai seorang nabi sudah
beri pencerahan dan pembebasan bagi jutaan umat manusia di dunia. Seniman yang
bisa membuat karya hebat juga berambut gondrong. Lihat saja John Lennon,
sebagai orang gondrong dia bisa mengajak dunia untuk hidup damai. Ketika
orang-orang berambut rapi dan agamawan hanya sibuk dengan kepentingan kelompok
mereka. Apa Lennon tidak bisa disebut mulia? Apa orang gondrong tidak boleh
mulia?
Orang gondrong selalu jadi
masalah di kampus. Banyak mahasiswa gondrong dilarang ikut mata kuliah seorang
dosen. Ada mahasiswa gondrong yang dianggap aneh di hadapan Rektor. Jika Rektor
itu bermental produktif, si Rektor tentu akan bertanya, mana karyamu? Kamu
sudah lakukan apa saja dengan rambutmu? Tapi Rektor saya bertanya soal rambut
saya bukan karya dan kegiatan saya.
Entah apa yang salah dari orang
gondrong? Apa itu mengganggu nafkah orang lain? Apa gondrong itu mempengaruhi
hidup mati orang lain? Jelas bahwa orang modern dijebak denga kata rapi. Begitulah
Indonesia. Rapi adalah simbol peradaban. Bukan karya nyata. Layak saja
Indonesia jadi bangsa penipu yang suka menipu sesamanya. Kerapian hanya memaksa
orang terlihat bagus namun tidak pernah berpikir memiliki kualitas diri dan
jadi orang berkarakter.
Banyak orang gondrong juga punya
kontribusi. Mereka tidak melulu pikirkan uang dan perut mereka. Mereka pikirkan
juga bagaimana orang lain bisa makan. Orang gondrong juga berkarya. Lihat saja
di Jogja, banyak orang gondrong punya karya. Banyak orang gondrong juga
peduli pada sesamanya, termasuk yang tidak gondrong.
Dengan ini saya menuntut kepada
semua element, hargailah orang gondrong. Biarkan mereka gondrong agar bisa
berkarya dan berkegiatan dengan nyaman. Berikanlah kebebasan untuk berambut
gondrong. Tidak hanya pada seniman, tapi juga kepada guru, dosen, pegawai dan
lainnya agar kejujuran bisa ditegakan. Jujur berpenampilan harapannya akan
membuat orang jujur dalam banyak hal. Biarkan kami gondrong, biarkan kami
berkarya dan berkegiatan dengan rambut kami.
ps: semoga Bunda tidak membaca blogku ini. Rambutku msih terlalu pendek untuk terpangkas lagi.