3 min Reading
Add Comment
Suhu di bawah nol derajat. Tiga
danau yang bercerita, lebih dari cerita dingin dan keindahan. Perjalanan yang
singkat dengan dana terbatas, berusaha menceritakan bagaimana tiga danau ini menginspirasi
pendaki pemula. Abdurrahman Azhim menceritakan tiga Ranu (Danau) dalam
tiga hari perjalanannya. Ranu Pani, Ranu Regulo dan Ranu Kumbolo yang tak
henti-hentinya memikat turis, wartawan dan sutradara. Tetapi sebelum itu semua,
saya ingin mengajak kalian semua ke tumpang. Bagaimana tumpang menyambut saya
dan para pendaki lainnya, sebelum benar-benar membeku diketinggian lebih dari
2.100 mdpl.
Bukan prolog – Tumpang
Separuh bulan Nopember,
Bertepatan dengan malam 1 Muharram 1434 H. Aroma khas tanah usai terguyur
hujan, menyapa saya dalam perjalanan menuju pasar Tumpang. Ternyata saya tak
sendiri, terlihat banyak pendaki berkalung headlamp,
berjaket raincoat dan menggendong
tas carir seperti kulkas. Mereka hampir memenuhi Toserba macam Indomaret dan Alfamart,
membeli bekal sebelum berangkat ke Ranu Pani. Ini hari pertama perjalanan dan
saya bersama ratusan pendaki acara Jambore Avtech yang menunggu truk berangkat.
Avtech salah satu produk outdoor
nusantara, menyelenggarakan kegiatan aksi bersih, pendakian bersama dan Jambore
pecinta alam di Gunung Semeru. Sedangkan saya, hanya pendaki pemula yang tak
terdaftar di acara tersebut. Terdampar di Pasar Tumpang bersama ratusan pendaki
di acara Jambore Nasional. Beruntung atau tidak, saya hanya ingin tiga hal
dalam perjalanan ini: Tiga Ranu dalam tiga hari, bersyukur bertemu tiga pendaki
yang bisa mengispirasi saya setelah pulang dari perjalanan ini. Ada apa dengan
angka 3?, saya jawab dengan lagu: “Walking
After You – Foo Fighters”, yang saya gunakan untuk judul perjalanan kali
ini.
***
Take A Look Around – Tumpang, untuk moment saya bersama
kawan-kawan pendaki dari berbagai wilayah se-Nusantara. Bertegur sapa, walau
hanya bertatap muka sedetik. Berbagi kopi, dan berkelakar layaknya kelelawar
malam. Ini yang membuat saya rindu, bagaimana cara kami menyatu.
Dari pasar Tumpang, para pendaki
akan dibawa ke Resort Ranu Pani menggunakan truk dan Jeep. Pada kesempatan ini,
saya menggunakan transportasi truk, bisa saya bayangkan transportasi ini
dipergunakan untuk mengangkut hasil pertanian, dari desa Ranu Pani ke pasar Tumpang.
Bawang, Kentang, dan Kubis yang merupakan hasil bumi masyarakat tengger. Truk
ini salah satu transportasi yang paling diminati oleh para pendaki, selain
harga yang masih bisa dinego, kendaraan yang sering disebut taksi ini dapat
memuat penumpang lebih dari 18 orang.
Perjalanan saya ke Ranu
Pani pukul 23:00 WIB. Udara malam disekitaran kaki gunung wilayah Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru menyapa persendian dan membuat raincoat kami berembun, kami menggigil berjama’ah. Pohon-pohon
pinus menjulang tinggi seolah berusaha menusuk langit malam. Ditambah lagi,
laju truk yang kami tumpangi tak menunjukkan keinginan untuk kami duduk
bersantai dan bersandar di dinding kayu truk. Truk melaju dengan gila malam
ini. The
Wild Ride, Bro!
Kami
yang berada di bak terbuka berbahan kayu ini, terus bergoyang mengikuti kemana
supir memilah jalan dan beradu pada tiap lubang jalanan sepanjang Tumpang – Ranu
Pani. Perjalanan malam hari, tak dapat menyuguhkan pemandangan lebih, hanya
tusukan udara yang nyaris membuat hidung saya berair. Tapi syukurlah sesampai
desa Ngadas, taburan bintang yang seolah menyapa bertuliskan kalimat, “sugeng
rawuh”.
Para pendaki disambut disini. (Bersambung)
***
0 komentar:
Posting Komentar