6 min Reading
2
Comments
Makam Troloyo |
Jika anda adalah
seseorang yang sangat sibuk dengan rutinitas di siang hari, dan tak
terpikirkan untuk berwisata serta melakukan kontemplasi. Mari sejenak
ikut bersama saya untuk berwisata malam. Destinasi kali ini bukan goa
ataupun gunung, melainkan wisata religi yang sedikit membuka wawasan
kita dalam sejarah Islam dan bagaimana para tokoh Islam membawa
ajarannya sampai saat ini. Dengan pertemuan dua budaya, Hindu dan
Islam dapat kita saksikan dari beberapa peniggalannya dari situs
bersejarah termasuk komplek makam Troloyo yang berada di kecamatan
Trowulan, Mojokerto. Kubur Pitu, dan Lengkung Kurawal adalah salah
satu wujud kesenian Hindu yang masih dapat kita saksikan di Komplek
makam Troloyo, tak kalah juga kaligrafi dan kutipan-kutipan dari
Al-Qur’an dalam rupa relief batu disekitaran lokasi makam
memberikan kesan kuat bahwa ajaran Islam dari para wali sebagai cara
berdakwah telah masuk diantara lingkungan Majapahit. –Abdurrahman
Azhim-
***
pintu masuk Troloyo |
Semula saya berniat
menyinggahi Mojokerto untuk beristirahat dan sekedar menyeduh kopi
sambil menanti Indonesia vs Malaysia di ajang piala AFC. Ternyata
Kota Maha Patih Gajah Mada ini memberikan ilham-ilham yang menarik,
hingga saya putuskan untuk menetap selama dua hari dan mengurungkan
niat menonton laga sepak bola yang bisa dipastikan akan mebuat
jalanan kota menjadi sepi.
Indonesia tertiggal 2-0
dari Negeri Jiran, dan semakin membuat hasrat saya untuk segera
keluar rumah. “Sepak bola kita memang belum sepenuhnya dapat
diandalkan, jadi saatnya menghibur diri dengan berwisata malam”.
Dengan kondisi malam minggu yang sejuk setelah diguyur dengan hujan
sore hari, membuat kota dengan jajanan Onde-onde yang khas ini
semakin menarik untuk dijelajahi. Lupakan sejenak kekalahan Timnas.
Pukul 21:00 saya sudah
siap untuk berangkat, dengan mengendarai kendaraan pribadi menuju
arah Trowulan yang masih termasuk kabupaten Mojokerto. Kota Mojokerto
hanya memiliki dua kecamatan yaitu kecamatan Prajurit Kulon dan
Magersari, selain yang saya sebutkan termasuk kabupaten daerah
tingkat 2 Mojokerto.
Trowulan memang terdapat
berbagai kawasan penting peninggalan bersejarah dari kerajaan
majapahit. Daerah ini terletak di antara perjalanan Mojokerto dan
Jombang, yang dapat saya tempuh dari Mojokerto kota kurang lebih 30
menit dengan kendaraan pribadi (mobil). Perjalanan wisata malam saya
termasuk lenggang, diantara malam akhir pekan diawal bulan Desember.
Karcis masuk Troloyo |
Tujuan wisata malam saya
kali ini adalah makam Troloyo yang masuk di dukuh Sidodadi, desa
Sentonorejo kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto. Kira-kira 750
meter di sebelah selatan Candi Kedaton atau Sumur Upas. Makam Troloyo
adalah makam dari “puser” walisongo yang merupakan penyebar agama
Islam di tanah Jawa, yaitu komplek pemakaman yang terkenal dari makam
Syeikh Jumadil Kubro dan Syeikh Abdul Qodir Jailani.
Komplek pemakaman yang berada di Troloyo ini sering menjadi tujuan
wisata religi, terlihat pada saat saya datang ke lokasi tidak sedikit
terlihat bis pariwisata yang parkir dan rombongan berjalan kaki
menuju komplek pemakaman. Ternyata bukan hanya pengaturan lokasi
parkir lokasi wisata religi yang mengalami perubahan, sepanjang jalan
menuju lokasi pemakaman berjajar penjual makanan olahan daerah dan
terlihat juga penjual perlengkapan ibadah untuk buah tangan para
wisatawan, seperti peci dan beberapa topi buatan daerah setempat.
Menurut riwayat, dahulu
komplek makam Troloyo berupa hutan pakis yang lebat terletak di
sebelah selatan dari makam troloyo yang berjarak kira-kira 2 km.
Makam Troloyo pernah diteliti pertama kali oleh PJ. Veth,
dengan hasil penelitiannya yang diterbitkan dalam buu Java II
pada tahun 1878. Selanjutnya peneliti dari Perancis, LC. Damais
juga meneliti kawasan ini, dengan hasil yang dibukukan dengan judul
“Etudes Javanaises I. Les Tombes Musulmanes datees de Tralaya”
yang dimuat dalam BEFEO (Bulletin de “Ecole Francaise D’
Extremen-Orient). Tome XLVII Fas. 2 pada tahun 1957. Menurut
Damais angka-angka tahun yang terdapat di komplek makam Troloyo yang
tertua berasal dari abad XIV dan termuda berasal dari abad XVI. Dari
penelitian Damais dapat disimpulkan bahwa saat itu Majapahit masih
berdiri orang-orang islam sudah diterima tinggal disekitar Ibukota
(Majapahit).
Kawasan pemakaman Troloyo
ternyata semakin malam semakin ramai, wisatawan atau peziarah yang
menuju lokasi terlihat berbondong-bondong berjalan ke lokasi. Maklum
lokasi parkir kendaraan untuk menuju ke lokasi berjarak kurang lebih
200 meter. Jika anda membawa rombongan yang sudah berusia lanjut,
jangan kawatir disini juga terdapat angkutan sepeda motor atau “ojek”
dengan tarif kurang lebih sekitar dua ribu rupiah. Tetapi
kesan yang saya dapatkan dari adanya ojek ini, membuat takut para
pengunjung wisata religi. Angkutan yang menggunakan sepeda motor ini
nampak semrawut dan tidak terorganisir dengan baik, cenderung
jasa ojek di lokasi wisata troloyo nampak berebut untuk mendapatkan
penumpang. Untuk menuju ke lokasi, saya lebih memilih berjalan kaki
sambil melihat-lihat apa yang dapat saya bawa pulang dari sini
sebagai buah tangan. Ternyata tak sedikit dari wisatawan yang juga
berjalan menuju lokasi.
Secara umum terdapat dua
buah kelompok atau komplek pemakaman, sebuah komplek terletak di
bagian depan yakni di bagian tenggara dan sebuah lagi di bagian
belakang (barat-laut). Yang menarik perhatian saya pada wisata religi
kali ini adalah “kubur pitu” sebuah kelompok makam yang
paling penting. Terdapat tujuh buah makam terdiri dari lima deret di
bagian utara dan dua deret di bagian selatan. Makam-makam inilah yang
dikenal sebagai “makam tujuh” atau “kubur pitu”.
Sebagian dari nisan-nisan pada kubur pitu tersebut berbentuk
“Lengkung kurawal” yang tidak asing lagi pada kesenian
Hindu. Melihat kombinasi bentuk dan pahatan yang terdapat pada
batu-batu nisan yang merupakan paduan antara unsur-unsur lama dan
unsur-unsur pendatang (Islam) nampaklah adanya akulturasi kebudayaan
antara Hindu dan Islam.
Makam Patas Angin |
Komplek pemakaman Troloyo
tidak hanya makam Seikh Jumadil Kubro yang dapat kita jumpai,
melainkan juga terdapat Pendopo yang dapat dipergunakan oleh
pengunjung untuk beristirahat. Beberapa makam lainnya, seperti makam
“Patas Angin”, dan makam “Nyai Endang Roro kepyur”. Selain
itu pengunjung dapat melihat “petilasan walisongo”. Makam yang
berada di Troloyo ini, hampir sama dengan makam-makam para wali yang
ada di Jawa dengan ciri khas makam yang berukuran panjang dan batu
nisan yang diselubungi kain berwarna putih. Tetapi menurut yang saya
baca, komplek pemakaman ini merupakan wali tertua sebelum walisongo
ada. Dan selalu menjadi rujukan wisata religi yang pertama kali saat
wisatawan meneruskan ke beberapa daerah lain di Jawa. Di komplek
pemakaman Troloyo tidak melulu hanya makam, jika pengunjung ingin
shalat, disini terdapat masjid yang berada satu komplek yaitu masjid
Baitul Muttaqin yang bersebelahan dengan makam “sunan Ngudung”.
Jika anda haus dan ingin menyeduh kopi sambil bersantai, anda dapat
menuju area kantin atau warung yang berada di sisi belakang dari
komplek pemakaman ini. Saya sempat mencoba beberapa menu minuman yang
berada disini, dan harga yang diberikan untuk dua kopi hitam, kopi
susu dan kopi jahe di tambah dengan 4 buah krupuk kulit sapi dengan
harga tiga belas ribu rupiah.
Makam Patas Angin |
Warkop Troloyo |
komplek makam Troloyo |
Sama seperti lokasi
lainnya, wisata religi yang berada di Troloyo sebelum pengunjung
memasuki lokasi, pengunjung wajib mengisi buku tamu dan membeli tiket
sebesar seribu rupiah per-orangnya. Uniknya dari wisata malam
saya kali ini (wisata wali, dan wisata religi) umumnya selalu buka
24 jam, jadi bagi anda yang ingin mengunjungi lokasi-lokasi
religi jangan kawatir tak dapat berkunjung karena tiba dilokasi pada
larut malam. Selain itu bagi anda yang gemar berwisata malam, wisata
religi atau wisata wali, mungkin bisa menjadi catatan penting bagi
anda untuk mencoba berkunjung di kawasan ini.
Saya menengok jam tangan,
masih pukul 23:00, sayang jika saya memutuskan untuk pulang. Saya
akan melanjutkan perjalanan wisata malam saya menuju Jombang, menuju
makam Alm. Bapak mantan Presiden RI yaitu Abdurrahman Wahid
atau yang sering kita kenal dengan Gusdur. (Bersambung)
2 komentar
Ternyata suka juga dengan wisata religi, saya kirim email. salam kenal mas Abdurahman. :)
BalasHapusterima kasih, salam kenal. =)
Hapus