Reading
Add Comment
Malam itu hari sabtu. Setelah shalat isya saya masih di
depan layar CPU. Browsing ngalor-ngidul,
buka fb, twitter, cek email dan berbalas pantun di blog. Saya memang tak ada
niatan untuk keluar rumah malam itu, malam sabtu itu kebetulan Surabaya memang
sedang mendung dan beberapa kali gerimis. Pasti aras-arasen buat keluar rumah kalau tak ada tujuan yang jelas.
Meski tak ada agenda untuk berkumpul malam itu, tetap saja handphone yang sudah mode silent bergetar tanda pesan masuk,
dan sesekali telfon “manusia iseng malam minggu” ngajakin cangkruk.
Setelah menghabiskan tiga jam di depan layar CPU, ternyata
perut ini keruyukan. Maklum dari tadi
sore cemilannya cuma kopi dan mild sebungkus. Saya akhiri saja perjalanan
browsing, segera nyandak Handphone yang dari tadi getar terus.
***
Gubis, Asyeb, dan
Bag’s
Singkat cerita, kami berpindah lokasi untuk bertemu dua
rekan lainnya. Sebut saja Bag’s dan Asyeb. Kami berempat akhirnya memutuskan
bertemu di warkop ijo jalan pagesangan langganan kami berempat. Basa-basi bahas
kopi dari cara adukan sampe penggorengannya. Sampai pada akhirnya kami saling
bertanya kabar, bagaimana aktivitas dan kesibukan masing-masing dari kami.
Saya mulai dari Gubis, dia teman saya yang terlihat sibuk
diantara kami bertiga. Ini kami amini saat mulai masuk di perkuliahan, Gubis
adalah manusia yang mempunyai kemampuan multitasking.
Saat dia masih mengajar di salah satu sekolah swasta, dia juga merangkap
menjadi pelatih Paskibra untuk dua sekolah menengah atas, dan satu di sekolah
menengah pertama. Selain itu beberapa proyek konsultan dan kegiatan lingkungan
hidup dia garap sampai tiba dirumah hampir berebut dengan ayam berkokok.
Sekarang Gubis boleh sedikit lega, karena profesinya sebagai guru ia
tinggalkan, karena ia sudah kembali bekerja di laboratorium, bukan menjadi
seorang jagal mencit (waktu jaman kuliah) tetapi menjadi staf quality control di perusahaan yang
berlambang garuda dan makanan (dalam bahasa inggris). Meski terlihat santai,
Gubis tetaplah Gubis seorang sahabat yang saya kenal, dengan sikap pekerja
keras dan kemandiriannya.
Kedua adalah Asyeb, dia sebelas-duabelas jika dibandingkan
dengan Gubis. Mungkin mereka berdua ini pada tahapan memasuki level yang
serupa, pekerja keras dan semandiri mungkin. Asyeb yang dulu saya kenal adalah
ketua himpunan, yang luar biasa cadas. Dan sangat aktif di beberapa kegiatan
pecinta alam. Beruntung dia menjadi bagian penting di tim ekspedisi seven
summit part-Elbrus dan Kilimanjaro. Mungkin bisa dibilang Asyeb dan ranselnya
tak akan lepas. Tapi akhir-akhir ini yang sering saya lihat adalah Asyeb dengan
setelan celana bahan, dan batik warna kalem yang selalu berganti tiap harinya.
Kontras sekali. Tapi jika bukan begini, bukan Asyeb yang penuh kejutan yang
saya kenal. Sekarang dia bekerja di salah satu travel umroh swasta yang berada
di Surabaya. Dia memulainya awal Agustus tahun 2012, dan sekarang terdengar
kabar akan mendampingi jama’ah untuk berangkat umroh. Luar biasa menurut saya. Selain
itu Asyeb mempunyai usaha keluarga dibidang yang serupa (bidang kelompok haji
dan umroh), yang sementara ini masih dipegang Abahnya. Bisa jadi, awal tahun
2013 akan dikelola Asyeb.
Ketiga adalah Bag’s, saya memang tak lama kenal dengan
Bag’s. Tapi menurut saya, Bag’s seperti teman lama yang sudah sangat akrab.
Berbagi cerita dengannya sangat mengasyikan juga mengharukan. Bag’s adalah
teman asyeb, saat mereka masih aktif di komunitas pecinta alam kampus (wanala).
Pertemuan saya dengan Bag’s bermula dari warung kopi, berlanjut ke obrolan
bisnis sampai sekarang. Yang saya tahu, sekarang Bag’s masih aktif dikegiatan
akademisi, dan masih bercinta dengan skripsi yang akan ia tuntaskan awal Januari
2013. Yang pasti Bag’s adalah orang yang pekerja keras, bejiwa bisnis masif dan progresif. Jangan ditanya bagaimana?,
Karena ia jelas menerapkan ilmu akuntasinya dengan matang, selain itu kemampuan
untuk beresiko dan berpeluang terlihat dari cara ia menghisap roko herbal
kesukaannya. Hehe.
***
Umroh, Haji, dan
Permasalahannya
Pada Oktober 2011 tahun lalu Alhamdulillah ayah saya sudah
menuntaskan ibadah Haji ke tanah suci. Saya tidak membicarakan bagaimana ayah
saya menjalani perjalan spiritualnya di tanah suci, melainkan saya menyoroti
bagaimana proses menuju keberangkatan. Bukan menjadi rahasia umum bahwa calon
jama’ah haji yang hendak berangkat menuju tanah suci untuk menuntaskan rukun Islam
yang kelima ini harus menunggu berapa tahun lamanya, relatif lama antara 7
sampai 12 tahun untuk haji reguler. Begitu lamanya untuk menunggu keberangkatan
haji reguler, hal ini juga dialami untuk jama’ah haji plus, yang masih harus
menunggu 4 sampai 5 tahun. Dapat dikatakan bahwa, untuk dapat berangkat haji
kita harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit, selain itu lama waktu untuk
menunggu keberangkatan juga cukup memperihatinkan masa tunggunya. Kita tahu,
bagaimana jama’ah haji yang kita lihat di televisi rata-rata usianya tak muda
lagi. Menurut catatan Departemen Agama RI, rata-rata jamaah haji Indonesia
berumur 60 tahun keatas.
Padahal jika kita menyelami, bagaimana antusiasme haji bagi
jama’ah Indonesia sangat luar biasa, tak dapat diimbangi oleh pelayanan yang
memadai dari pemerintah. Jika saya lihat, masyarakat Indonesia butuh wadah
bagaimana jarak dan waktu sekarang bukan menjadi kendala ditengah-tengah jaman
internetisasi, dan dunia serba cepat dan murah jika kita tahu caranya.
Coba kita ambil
contoh!
Contoh pertama,
Mungkin kita pernah mendengar bagaimana adik-adik kita
melakukan studi banding?. Atau study tour ke Cina, Hongkong dan ke beberapa
negara lainnya. Mereka hampir menghabiskan 15 sampai 20 juta per-siswa untuk
dapat bergabung dan merasakan bagaimana belajar di beberapa negara, kemudian
setibanya mereka di tanah air, menerapkan sistem belajar yang mereka dapat
disana dengan penyesuaian yang ada dilingkungannya. Menurut saya ini mengambil
inti dari sebuah perjalanan, yang kebetulan mereka kemas di lingkungan belajar
yaitu sekolah. Jika kita bayangkan, mengeluarkan uang senilai 15 sampai 20 juta
sudah dapat merasakan bagaimana lingkungan belajar di beberapa negara yang
mereka impikan, yang mereka sadar tidak dapat pergi kesana karena mereka belum
mendapatkan beasiswa. Hal ini positif untuk membangkitkan semangat dan
memotivasi mereka dalam belajar.
Contoh kedua,
Dan sekarang kota Jakarta sudah ancang-ancang untuk membangun “kampung backpacker,” hal ini pemerintah mulai cermat dalam mengambil
langkah-langkah atau trend yang
sedang berkembang. Cara-cara liburan sekarang dikemas sebagaimana hemat dan fun, dengan cara backpacker.
Sekarang bagaimana kita ketahui, berapa majalah perjalanan ala backpacker sudah menjamur di gerai majalah dan toko buku kawakan. Sekarang stasiun televisi mana
yang tidak memasukkan acara jelajah nusantara atau acara jalan-jalan sambil
memasak ala kadarnya, hal ini
pengemasan dari perjalanan hemat dari cara backpacker. Semua boleh pergi kemana saja, dan boleh makan apa
saja, dengan cost yang hemat. Inilah
daya tariknya.
Mari kita cari benang
merahnya!
Obrolan saya bersama tiga rekan saya di warung kopi sudah
mencapai titik temu, kami mencoba mencari benang merah dari semua cerita dan
gagasan yang sudah terlontar. Kami berpikir bagaimana mencoba memasuki wilayah young’s untuk mengemas inovasi yang akan
kami wujudkan. Kami mencoba keluar dari kotak, keluar sebebas-bebasnya.
Jika hanya sekedar umroh dan ingin shalat di ka’bah dengan
khusyuk mengapa harus menunggu lama?. Memang tidak bisa kita salahkan bagaimana
animo-masyarakat kita ingin menuju ke tanah suci untuk shalat dihadapan ka’bah
dan berziarah, berusaha mencari kesamaan rasa bagaimana Rosullullah dan para
sahabat memperjuangkan agama Islam. Kami sebagai wong enom, kudu iso jadi solusi!.
Sekarang memang banyak trend perjalanan dengan berbagai paket
hemat ataupun eksklusif, dengan potongan diskon dan paket yang menarik, tetapi
semuanya masih melilit harganya. Kecuali untuk masyarakat yang berduit, itu tak
sulit. Kami berusaha menerapkan bagaimana Umroh dapat kita kemas dengan paket backpacker, tapi tetap tanpa mengurangi
kekhusyukan kita beribadah. Pembeda dari biro jasa perjalanan umroh yang lain
adalah Umroh ala Backpacker ini lebih
hemat, untuk penginapan dan bagaimana kita makan. Untuk perjalanan pesawat dan
visa tetap ada.
Jika kita ketahui, bagaimana solo travel Indonesia
melancong ke beberapa belahan bumi. Dan sangat mungkin kita lakukan. Dan bisa
dibayangkan perjalanan yang kita lakukan bukan sekedar untuk berekreasi atau
berlibur, tetapi lebih dari itu: Umrah
ala Backpacker! Kalian bisa bayangkan keasyikannya.
0 komentar:
Posting Komentar