5 min Reading
Add Comment
Tamu adalah raja, tapi
bukan dewa. Saat berkunjung ke negara asing, kita wajib menghormati
adat istiadat setempat. Alivia Zuhadmono mengupas aneka tabu
dan pantangan unik bagi wisatawan.
Pepatah mengatakan, “Di
mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.” Meski klasik namun
kata-kata bijak ini benar adanya, dan dalam beberapa kasus, mungkin
bisa menyelamatkan kita dari malapetaka. Lihat saja tragedi yang
menimpa Michelle Palmer. Wanita muda asal Inggris ini ditangkap
polisi atas tuduhan telah bermesraan dengan seorang pria di Pantai
Jumeirah, Dubai. Menurut aturan setempat, public display
affection (PDA) atau aksi mempertontonkan kemesraan di muka
umum adalah haram hukumnya. Andai Michelle “menjunjung langit”
Dubai, ia mungkin tak akan mendekam di dalam bui.
Tiap wilayah di bumi
memiliki norma adatnya masing-masing. Apa yang wajar di Inggris bagi
Michelle, bisa berarti penjara di Dubai. Beberapa kaidah lokal
mungkin tidak masuk akal atau terkesan mengada-ada, tapi itulah
budaya—hanya orang setempat yang mengerti apa maksudnya. Sebagai
pengunjung, yang perlu dilakukan adalah menghormatinya. Saya coba
mengumpulkan informasi tentang aneka tabu dan habit janggal di
dunia. Berikut beberapa yang paling unik.
Di Iran, mengacungkan
jempol ternyata merupakan perbuatan yang tidak sopan, bahkan bisa
dianggap sebagi penghinaan. Acungan jempol di Iran mungkin sama
artinya dengan acungan jari tengah di Amerika. Etika sosial ini
bertolak belakang dengan kebanyakan negara yang menilai acungan
jempol adalah simbol pujian; sebuah stasiun televisi swasta di
Indonesia bahkan pernah menggunakannya sebagai bagian dari slogan
kampanye. Sementara di Jawa, acungan jempol adalah cara paling halus
untuk menunjukan arah.
Masih soal jari, seperti
di Iran, mengacungkan jempol juga dinilai kasar di Turki. Gestur ini
merupakan simbol dari alat kelamin, baik laki-laki maupun perempuan.
Tak heran jika di negara ini memberikan tanda “sip” (dengan
jempol) dikategorikan sebagai pelecehan seksual.
Contoh tabu lain saya
temukan di Thailand. Di sini, mengkritik raja dan keluarga kerajaan
dipandang sebagai perbuatan “dosa”. Masyarakat Negeri Gajah Putih
memang sangat mengkultuskan rajanya. Jika terjadi konflik politik
yang parah, seperti antara oposisi dan pemerintah, raja akan
bertindak sebagai juru selamat yang mendamaikan para pihak. Begitu
dalam cerita warga terhadap sang raja sampai-sampai siapapun yang
menghinanya akan dikirim ke “hotel prodeo” (Penjara bintang
lima).
Masyarakat Inggris juga
punya sosok pujaan, tapi tidak dalam bentuk orang, melainkan klub
sepakbola. Di negeri David Bekham ini, sepakbola adalah agama, karena
itulah penghinaan terhadap suatu klub bisa disamakan dengan penistaan
ajaran suci. Masyarakat Inggris mudah tersinggung jika klub favorit
mereka diejek. Segala cara mereka lakukan untuk membela klub,
termasuk dengan kekerasan.
Beberapa klub Liga
Inggris bahkan memiliki organisasi penggemar garis keras yang
berkiblat pada nazi, salah satunya adalah Chelsea Headhunters,
hooligan dari klub Chelsea yang punya kebiasaan meninggalkan kartu
telepon bergambar tengkorak pada korbannya dengan disertai tulisan:
“Anda telah dipilih dan ditangani oleh Chelsea Headhunters.”
Lucunya, sensitivitas
warga Inggris ini berlaku ekslusif pada sepakbola, tidak pada yang
lainnya. Orang-orang yang saya temui mengaku tak akan murka jika ibu
atau istri mereka dihina. Orang Inggris memang maniak sepakbola
sejati.
***
Singapura adalah contoh
sempurna negara disiplin. Meludah di sembarang tempat akan dikenakan
denda yang nilainya bisa lebih mahal dari harga tiket Cengkareng –
Changi. Tapi di Yunani, meludah di jalan justru dianjurkan, karena
itulah tidak dinilai jorok, meski seringkali warga setempat hanya
memperlihatkan mimik dan suara seperti orang meludah. Mereka percaya,
meludah bisa mengenyahkan kekuatan jahat dan kemalangan. Jika
seseorang menerima berita buruk, ia akan meludah sebanyak tiga kali.
Untuk yang satu ini, saya bisa mengerti. Meludah saat menerima kabar
buruk adalah reaksi negatif yang lahir dari rasa kesal. Tapi ternyata
ada kebiasaan aneh lagi yang sulit dipahami: kaum pria akan meludah
saat mengagumi kecantikan wanita.
Kultur janggal lainnya
saya dapati di Bulgaria. Jika di banyak negara menggelengkan kepala
berarti “tidak” dan mengangguk berarti “ya”, warga Bulgaria
justru membaliknya: menggeleng artinya setuju, mengangguk artinya
menolak. Bagi turis umum, komunikasi tentu bisa jadi sangat
membingungkan.
Meski dihuni banyak kaum
ekspat, kawasan maju di Timur Tengah seperti Dubai dan Qatar hingga
kini masih menolak paham liberal. Warga di sini masih menjadikan
norma-norma adat sebagai rujukan dalam berperilaku, terutama di
tempat umum.
Saat berwisata di Qatar,
jangan sekali-kali memotret perempuan lokal tanpa seizin mereka.
Mengambil gambar mereka dianggap perbuatan tak senonoh yang bisa
membuat Anda terkena damprat, baik oleh si wanita, keluarganya,
ataupun aparat polisi. Jika Anda inigin memotret pemandangan.
Pastikan tak ada wanita yang akan terekam dalam kamera.
Indonesia juga memiliki
banyak hal yang ditabukan. Bukan sesuatu yang aneh sebab negeri
kepulauan terbesar ini didiami oleh 740-an suku yang masing-masingnya
memberlakukan adat berbeda.
Di perkampungan Badui
Dalam misalnya, memotret adalah perbuatan yang diharamkan. Anda tak
boleh mengambil gambar obyek apa pun, baik rumah ataupun orang.
Bahkan, sebelum memasuki teritori Suku Badui Dalam, semua peralatan
elektronik wajib dipensiunkan sementara waktu.
Badui Dalam memang
dikenal sangat memegang teguh adat dan mengagungkan keselarasan hidup
dengan alam. Rumah-rumah mereka saja didirikan tanpa memeratakan
tanah terlebih dulu, tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian
lingkungan. Orang-orang yang selalu berpakaian putih ini juga menolak
teknologi dan masih melestarikan nilai-nilai peninggalan nenek
moyang. Siapa pun yang berkunjung ke perkampungan Badui Dalam
disyaratkan mengikuti tata cara hidup setempat.
Keteguhan memegang adat
leluhur juga bisa disaksikan di Pulau Dewata. Pura, tempat sakral
masyarakat Hindu Bali, meski dibuka untuk umum, namun memiliki
rambu-rambu yang wajib dipatuhi. Salah satu rambunya adalah larangan
masuk bagi anak kecil yang belum tanggal gigi susunya, serta
perempuan yang sedang menstruasi atau menyusui. Bagi masyarakat
setempat, orang-orang dalam kondisi seperti ini diyakini akan menodai
kesucian pura.
0 komentar:
Posting Komentar