Reading
Add Comment
Siang hari setelah shalat
Jum’at usai, saya sempatkan untuk ke kedai kopi (itu istilah
kerennya), tapi saya lebih nyaman bilang warung kopi, hehe.
Hari libur membuat saya mengantuk. Saya memesan kopi dengan sedikit
gula, sembari menunggu pesanan kopi saya datang. Saya membuka
bungkusan kretek yang di dalamnya tinggal tiga batang, dengan sedikit
sobekkan tambahan supaya kretek yang saling berhimpit itu mau keluar.
Suasana di kedai kopi (ups itu lagi, panggil aku warung-kopi saja deh
bang!, hehe) yang kerap ramai oleh pegawai kantor dan
mahasiswa nampaknya lagi sepi, biasanya kalau jam makan siang tiba
seperti sekarang, saya selalu terabaikan oleh kang Icang sang empunya
warkop. Tujuh menit berlalu, begitu saja. Kemudian sosok manusia
bertubuh tambun datang menuju meja saya, sambil membawa kopi pesanan
saya. Lah, wong sing dirasani teko. (orang yang digosipin
datang) Hehe..
“Ini
bos kopine. kok dewean ae?, gak preian ta?.” Sapa kang Icang
kepada saya, yang sempat saya acuhkan dengan membasuh keringat di
kening.
“gak
cak, bar ngene apene nang Jombang survey.” Jawabku lirih,
kemudian sambil menghembuskan asap kretek kearah sisi celana bahanku.
“eh
kooon, prei-prei mborong teruuus..” sahut kang Icang, sambil
tertawa.
Saya
tak tertarik untuk melanjutkan guyonannya.
Kopi yang nampaknya
sangat panas itu, semakin menarik perhatian saya karena berpadu
bersama dengan alas berbahan beling (orang daerah saya sering
menyebutnya lepek) dan penutup gelas berbahan plastik
berwarna merah muda. Kemudian saya membuka sedikit penutup gelas
berwarna merah muda yang menutupi bibir gelas sehingga kepulan uap
air dari larutan kopi yang panas itu keluar bergantian, ini merupakan
bagian awal saya untuk menikmati kopi sebelum masuk dan bercampur
dengan saliva. Kemudian setelah saya puas membaui aroma
larutan kopi yang membuat sebagian saraf penciuman saya berinteraksi
dengan kelenjar parotis dengan mengatakan, “Hello
bro!.” (gak nyambung ya) Saya segera
memiringkan gelas yang berisi larutan kopi hitam ke permukaan lepek
beling yang berada tepat di bawah gelas tersebut, saya
melakukannya dengan hati-hati meski saya sudah sangat sering
melakukannya, permukaan gelas yang saya pegang dengan tiga jari
terasa menyengat sampai kelapisan dermal kulit praktis membuat
saya sedikit berkrenyit genit. Saya menuangkan larutan kopi hitam
tersebut kira-kira sampai berdiameter empat centi dia atas lepek
beling yang transparan itu. Sambil menghisap kretek dalam-dalam,
dan berharap kopi yang saya tuang barusan menjadi setengah hangat
untuk segera saya minum.
Kemudian mata saya
tertarik dengan tumpukkan koran yang berada di seberang meja tempat
saya duduk. Tetapi siang ini saya nampak agak malas untuk banyak
bergerak apalagi membaca koran. Lima menit berlalu. Kemudian setelah
seruputan pertama saya dengan kopi hitam yang nyaris sempurna
itu, saya beranjak dari tempat duduk untuk menuju meja dengan
tumpukkan koran yang dari tadi menyita perhatian saya. Saya ambil
koran tersebut membuka halaman Sport untuk membuka semangat
baca saya, dengan berita tim kesayangan saya AC Milan, yang menjadi
tim terbaik di 2013 di atas El Barca ataupun El Real,
dengan tim yang tak terkalahkan selama kurang lebih tiga belas
pertemuannya di tahun 2013. Forza Rosoneriii!!!.
Kemudian saya mengalihkan
pandangan menuju halaman awal koran. Koran Jawa Pos, hari Jum’at
dengan tanggal 29 Maret 2013. Saya memang sangat suka kolom paling
bawah di bagian sisi kiri dan sisi paling kanan JP. Di sisi kiri ada
kolom yang berjudul “ada-ada saja” biasanya berita yang
dibahas merupakan kejadian atau behaviour masyarakat di
seluruh dunia dengan kejadian yang tak umum (aneh) dan menarik.
Kemudian di sisi paling kanan dengan kolom “Mr. Pecut”
dengan komentar nyentil beraksen humor dari berita yang lagi update
hari itu. Kemudian saya mengarahkan mata menuju kolom di antara dua
kolom yang sudah saya baca, kolom paling bawah diantara Kolom ada-ada
saja dan Mr. Pecut, biasanya jika liburan seperti ini
membahas beberapa kegiatan travelling. Kebetulan tepat, saat
itu saya membaca reporter JP sedang bertandang menuju Berlin, dan
menuju perbatasan antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Mengunjungi
kawasan checkpoint (perbatasan) yang menurut sejarah,
dahulunya merupakan daerah yang sangat mengerikan dengan berbagai
konflik peperangan. Kita ketahui bagaimana Jerman memiliki teknologi
Tank dengan sebutan ‘The Power of Panzer’ sebagai kekuatan
yang sangat berpengaruh di dunia. Tetapi reporter JP yang bertandang
kesana sangat mengerti bagaimana membawa pembaca untuk memposisikan
dan seolah-olah berada di sana saat itu. Sungguh saya menikmati
sekali membaca alur yang disampaikan oleh reporter JP mengenai
laporan travelling mengunjungi salah satu kawasan atau daerah
yang menjadi bagian sejarah perang dunia tersebut. Sampailah saya
kepada halaman sambungan dari cerita kawasan Berlin, dan daerah
checkpoint yang dijaga oleh militer ‘tak berseragam’ dan
‘sangat ramah’ dengan berteriak meminta berfoto bersama. Saya
semakin penasaran, siapa sih reporter ini?. Saya segera membalik
koran untuk menuju ke halaman awal JP, saya cari tulisan dengan Bold
tebal, biasanya reporter yang mengabarkan cerita perjalanan tertulis
dengan tipe tulisan semacam itu. Tepat, saya menemukan namanya. Saya
membaca namanya hampir tiga kali, sial sangat merepotkan!. Saya
seperti pernah kenal siapa nama ini. Saya ingat-ingat berapa menit,
kemudian saya teriak, “JANCUK!,” sambil mengarahkan
telunjuk kearah koran yang saya baca. Sontak seisi kedai menoleh
kearah saya dengan memasang raut heran dan setengah prihatin. (barang
kali mereka melihat dandanan saya ala kyai, tapi medingkrang
nang warkop moco koran lalu mesah-misuh), haha..
“Dan
kenapa saya begitu terkejut bukan main?,”
“Memangnya
siapa reporter Jawa Pos, yang sampai membuat saya mengeluarkan
kata-kata sakral Arek Suroboyo?.”
***
Berikut penjelasannya,
Saya awali dengan Salam
JANCUK!, salam sesama masyarakat Suroboyo, tanpa intonasi
marah, tetapi dengan aksen senyum plus rindu, tolong artikan sendiri.
Saya membaca nama reporter Jawa Pos saat itu setengah mangkel,
setengah bangga. Lah gimana ya?, pokoknya bingung ngatur
kata-katanya lah. Saya mungkin sudah tiga kali ini dibuatnya kaget di
depan koran dan di warung kopi. Lebih mangkelnya lagi, emosi
jiwa ini tak tersalurkan ke manusianya langsung. Huuuuhaaaaaaaahh,
saya atur frekuensi nafas dulu saudara-saudara.
Well, begini nama
reporter JP yang saya baca itu adalah rekan saya sewaktu KKN dulu.
Saya dulu KKN di ‘moroseneng’, deket Tandes dan Benowo-Surabaya.
Daerah yang kerap dikunjungi oleh laki-laki yang bosan
dirumah dan ingin mencari kehangatan di luar. (udah ah cari
aja di Google map atau wikimapia). Rekan saya ini,
mengapa membuat saya kaget?, Karena namanya sudah hampir 3 sampai 4
kali terbaca oleh mata saya, yang paling saya ingat adalah waktu saya
membaca kolom yang membahas dunia fotografi khususnya komunitas
fotografi terkenal di Surabaya sebagai “langkah memasuki dunia
enterpreneur muda”, saya memang suka banget dengan dunia
foto dan segala aktivitas di dalamnya. Rekan saya ini pasti ngerti,
karena saat kami KKN (Kuliah Kerja Nyata) ada beberapa momen dimana
saya dengan dia ngobrol mengenai hoby dan cita-cita kami
berdua sampai larut malam dan sangat asyik. Eh, gak tahunya
setelah dua tahun kami tak bersua, dia tiba-tiba muncul di koran
dengan berita yang membuat saya naik pitam. “Aluuuuuuuuss banget
maenmu Bro!”.
Kemudian, beberapa bulan
yang lalu saya memang ngidam banget sama Jerman dan semua
informasi teknologinya. Bersyukur hari ini ada yang ngebahas
di koran, dengan sudut pandang wisata dan travelling. Sempat
dalam hati menyanjung reporter yang menuliskannya dengan apik ini.
Tapi semakin emosi jiwa saat membaca tulisan rekan yang dulunya satu
bulan full ngocol bareng ini, dan benar-benar deh
saya gak nyangka. Karena reporter ‘gadungan’ ini
yang dulu sempat saya kenal adalah pria pemalas, jarang mandi,
pendiem, penghindar keramaian, seharian bisanya ngegame terus,
dan masih banyak lagi kelebihan-kelebihan yang tak mungkin saya
sebutkan satu-persatu. Cuma yang sangat membuat saya shock
adalah, dia sekarang juga melakukan kegiatan travelling sama
seperti 2 tahun yang lalu, saat saya bilang ke dia tentang rencana
saya berjalan. Dan sekarang dia mencurinya, satu demi satu. Oke
cukup!.
Oke bro, mungkin beberapa
bulan terakhir ini, saya telah kalian kejutkan dengan banyak kondisi
dari kalian yang sangat superior jika dibandingkan dari saya
sekarang. Mulai dari si Bagio dengan istrinya Lina (ceritanya disini), sampai Reporter Gadungan yang saya bahas sekarang,
sampai memaksa saya mengeluarkan kata sakral Arek Suroboyo di warung
kopi tepat setelah Jum’atan. Semoga kabar-kabar baik ini, terus
menderu perantara angin dan seperti derasnya air hujan yang membasahi
keringnya bumi. Ayo Broooo, terus-teruskan nyalain gasnya, saya sudah
menyiapkan apinya. NerakAAA!. \m/
Lihat saja nanti, Saya
akan bikin perhitungan! (meringis licik sambil gulung sarung)
hehe..
0 komentar:
Posting Komentar