Reading
2
Comments
![]() |
Pantas Berjuang! |
Kakek, ayah dari Ibu
adalah seorang pahlawan. Bukan saya yang melabeli beliau
seperti itu, tetapi dua presiden RI secara langsung membubuhkan nama
mereka dengan coretan tangan di kertas yang sekarang telah lusuh dan
masih disebut piagam penghargaan, sebagai pahlawan RI. Belum cukup
itu, Alm. Mbah kakung juga melalui prosesi pemakaman dengan peraturan
militer, jenazah beliau dikawal dan dihantar menuju makam pahlawan
seperti barisan pasukan infanteri yang menderu, senada dengan haru
keluarga yang ditinggalkan waktu itu.
Entah apa yang membuat
mbah kakung memutuskan berperang dan bergabung dengan kekerasan
militer waktu itu. Ada sebuah keberanian yang muncul didarahnya
serupa dengan keberanian Ayah saya yang menjadi (menantunya) dan
seperti menurun pada saya. Seperti mendapatkan dua energi keberanian
dari Ayah dan mbah kakung, tetapi zaman yang mengelompokkan semangat
dan keberanian mereka. Jika menurut Mendel dalam buku genom
dan buku yang serupa dengan itu dan masih membahas tentang genetika,
menurutnya keberanian tak dapat diturunkan melalui darah atau
partikel terkecil dalam tubuh manusia sekalipun. Lalu keberanian yang
secuil ini berasal dari mana?. Jika saya mencoba mengamati
setiap manusia, khususnya rekan, keluarga, dan orang-orang yang
sering terlihat di layar kaca melakukan kejadian heroik dan nampak
seperti mengesampingkan raga bahkan nyawanya sekalipun, mereka
mempunyai power berupa keberanian. Mereka semua sama tanpa
terkecuali, tetapi kadar yang membuat mereka menjadi berbeda.
Bukankah Tuhan memberi porsi yang sama pada setiap manusia yang Ia
ciptakan?, jika ada hal yang ‘menurutmu’ itu adalah sebuah
kekurangan, Tuhan melebihkan dan menggantinya dengan sebuah kelebihan
salah satunya dengan keberanian.
Sesuatu hal yang
diperjuangkan sekarang, beragam versi dan tujuannya. Jika saya
mendekat kepada adik saya yang sekarang duduk di bangku taman
kanak-kanak, menanyakan perjuangan bisa jadi ia akan plonga-plongo.
Menurut saya, fase mereka belum sampai dengan pertanyaan perjuangan
ataupun pertanyaan mengenai cita-cita. Mereka adalah hasil perjuangan
para orang tua, dan mereka adalah salah satu yang ‘hak’ untuk
selalu diperjuangkan. Saat saya bersama dengan adik saya yang masih
duduk di bangku sekolah menengah atas, saya berusaha menyelipkan
pertanyaan, “apa yang wajib diperjuangkan pada masamu
sekarang?”. Dia bilang, “saya berjuang untuk perguruan
tinggi yang mampu memfasilitasi saya”, jawabnya dengan sedikit
ketus. Lain halnya saat saya menayakan perjuangan pada rekan saya
yang sedang kasmaran, rata-rata mereka berjuang untuk seorang kekasih
yang mereka anggap sebagai boster-power semangat mereka.
Apapun bentuk dan niatan
mereka dalam berjuang, satu sisi yang saya soroti adalah mereka wajib
mempunyai keberanian. Tanpa keberanian, mustahil seorang Hawa dan
Adam turun ke bumi merasakan pesakitan dan berusaha melawan zona
nyaman surgawi yang Tuhan janjikan. Tanpa keberanian, bagaimana bisa
seorang Napoleon mengarungi samudra dengan kapal ringkihnya, hanya
untuk mengetahui bumi ini ternyata tak datar. Banyak hal dari sebuah
kata keberanian secara tidak langsung membuat kita menjawab
pertanyaan besar dari hidup kita.
“Beranilah dulu,
panasi batinmu dengan kata wani, kemudian lakukan!. Perkara itu gagal
atau tak sesuai, biarlah Tuhan yang mengeksekusi”. –Arek
Suroboyo.
Karena manusia hanya
dikenal sebagai dua kata dalam asumsi sesama manusia sendiri, baik
dan buruk, sesuai dengan tak sesuai. Lain halnya jika kau memutuskan
untuk membuat predikat lain sebagai manusia pengecut, penakut, atau
manusia abu-abu. Sebagai manusia yang berada dipersimpangan. Maka
lakukanlah!
2 komentar
katanya ada 3 hal yg "menggerakkan" manusia: LOVE, HOPE, AND COURAGE
BalasHapusSemoga kalau kita berjuang melakukan apa saja berdasarkan 3 hal itu, kita akan memperoleh hasil yang maksimal dan mungkin disebut sebagai pahlawan. Yaaa... siapa tahuu...
iya bener banget wijnaa, Amiin..
BalasHapus