Gadis Berjilbab Bermasker Hijau

Minggu pagi sengaja saya luangkan waktu untuk pergi ke arah barat meninggalkan Surabaya. Tepat pukul 06.00 WIB, saya menaiki angkutan kota berwarna hijau yang akan menuju terminal Bungurasih. Saya yang menggunakan jaket berbahan katun warna biru tua, dengan setelan celana denim, duduk di sudut paling belakang angkota itu.


Muka yang mengantuk di dalam angkutan hijau yang berjalan dengan kecepatan 20 km/jam, membuat saya ingin tertidur saja. Sedangkan Jalanan kampung yang belubang dan ‘polisi tidur’ yang tak ada matinya setinggi 20 senti lumayan mengganggu. Kepala yang saya balut menggunakan buff membentur jendela angkutan itu beberapa kali. Kepala terasa pening dibuatnya. Apalagi saat mobil angkutan itu berhenti mendadak untuk membawa penumpang lain, sontak kepala seperti dihantam dengan batu. Argh.. Ternyata begini rasanya tidur ayam-ayaman di dalam angkutan. 

Setengah jam berlalu, saya masih berusaha keras untuk tetap terjaga dengan gaya ayam-ayaman semacam itu. Ini akibat dari bergadang menonton pertandingan bola. Saya yang benar-benar tak kuasa menahan rasa kantuk di dalam mobil angkutan itu, memaksa diri untuk bersahabat dengan keadaan. 

Angkutan melewati masjid Al-Akbar, selang beberapa blok dari perumahan Menanggal Indah ada seorang wanita terlihat dari sudut mata kantuk saya, ia mengenakan sweater merah muda dengan ransel daypack warna hitam, memberi isyarat untuk ikut serta. Perlahan saya membuka kelopak mata yang amat berat akibat kantuk. Wanita itu masih muda, mungkin usianya kira-kira 22 atau 23 tahun. Ia menggunakan sweater merah muda dengan celana skiny biru muda, membuat saya sedikit tertarik untuk melihatnya. Pandangan pertama nilainya sembilan. Ia mengenakan jilbab hitam, tetapi saya tak dapat melihat penuh paras wajahnya, dikarenakan masker hijau—model dokter rumah sakit— yang ia kenakan menghalangi pandangan dan rasa penasaran saya.

Saya tidak bergairah untuk melanjutkan tidur. Pencurinya adalah wanita berjilbab hitam ini. Saya teringat dengan pertemuan dengan teman saya si Bagio kapan hari, bebicara tentang aurat dan sesuatu yang tersembunyi. Semakin disembunyikan, semakin membuat penasaran. Dasar manusia, sifatnya ya itu-itu saja. Siapa yang pandai menjaga pandangan, apalagi menjaga ‘sesuatu’ hal yang tersembunyi, mereka adalah orang-orang yang beruntung nantinya. Itu pesan kakek saat saya kecil.

Menurut saya, angkutan umum itu sangat unik, khususnya bemo. Mengapa? Karena kita duduk bersebelahan begitu rapat, jarak kiri-kanan sesama penumpang lain hanya berbatas celana atau pakaian yang kita kenakan. Tak cukup di situ, jarak antara penumpang yang berada di depan kita juga berbatas dua lutut paha orang dewasa, satu meter pun tak ada. Terasa dekat. Kontak mata pun juga sering tak terelakkan di sini. Saya lebih memilih untuk sering melihat ke arah jendela kaca yang berada di sisi kanan saya, berharap pemandangan orang yang berkendara menjadi pengalih perhatian yang ampuh. Berharap pula ada hal yang lucu dan menghibur di balik jendela kaca tersebut. Pilihan untuk kembali tidur pun ternyata bukan pilihan yang tepat saat itu. Apalagi di hadapan saya ada seorang wanita bermasker hijau yang telah mencuri perhatian dan rasa kantuk. Sial, saya mulai salah tingkah dibuatnya. Pikiran saya mulai kemana-mana, “licik benar ia, dapat melihatku dengan muka yang mengantuk ini. Tapi aku tak mampu melihatnya secara utuh. Cuma matanya yang sering tertangkap oleh ku, melirik kemudian mengalihkan pandangan dengan cepat. Lima kosong ku dibuatnya.”

Laju angkutan semakin lama, semakin terasa aneh saat berjalan di atas jalanan berlubang, badan bergetar naik-turun berirama. Ternyata membuat masker hijau yang wanita ini kenakan sedikit demi sedikit bergerak turun menjauhi lekukkan antara mata dan hidungnya. Dan saya tak sengaja melihat hidung wanita ini dengan penuh. Mancung nan mungil, sangat lucu. Masker yang turun dari lekukan hidung bagian atas, terhenti di bawah kedua lubang hidungnya. Menyisakan bagian bibir yang masih tertutupi oleh masker. Ia pun tak merespon untuk menaikkannya. Ia tetap duduk dengan tangan yang mengepal. Semoga ia tak merasa di lecehkan. Saya pun tak ada niatan untuk membantunya menaikkan masker yang ia kenakan. Jangan, bisa-bisa adegan berdarah terjadi di dalam angkutan. Saya hanya melihat saja, tak ada niatan lain. Cukuplah keindahan Tuhan dan hati ini yang bersyukur telah melihatnya.

Tak terasa, sampailah kami di terminal Bungurasih. Kami bergantian untuk turun dari angkutan. Saya memilih untuk turun paling akhir. Membayar secara bergantian, kemudian kami berjalan menuju peron. Perhatian saya masih tertuju pada wanita misterius ini. Ia berjalan sangat cepat, kemudian berhenti. Saya pun tetap melenggang dengan tenang mendahuluinya beberapa meter. Mungkin saya yang tidak diburu waktu, berjalan dengan santai. 

Beberapa menit kemudian wanita dengan sepatu flat ini mendahului saya dengan langkah panjang, berusaha mendahului jalan santai pagi saya di terminal paling sibuk se-Jawa Timur. Terlihat ia melenggang dengan cepat, sambil membenarkan letak masker yang sedikit kendor saat berada di angkutan tadi. Terlihat masker hijau yang ia kenakan terikat begitu kuat menutupi setengah wajahnya yang nampak putih dan bersih.

Saya hanya tersenyum melihatnya berjalan seperti itu dihadapan saya. Sambil mbatin dalam hati: “wanita aneeeh.” Kemudian wanita berjilbab hitam di depan saya, berhenti. Deg! Kemudian ia menoleh ke arah saya dengan tatapan melotot seakan memberi isyarat dengan sejuta arti. Kemudian ia memalingkan wajahnya dari tatapan yang tertuju ke arah saya. Deg! Praktis saya bengong dibuatnya.

Dalam hati saya bertanya, “Opo de’e ngerti, opo sing tak batin?” saya menggelengkan kepala, dan tertawa lirih.

“Wanitaaaa, oh wanita bermasker hijau di depanku.

Kau diciptakan untuk dikagumi.

Namun belum beruntungku untuk mengenalmu.

Hati-hati di jalan, semoga kau lekas sampai tujuan.

Beruntung sekali, pria yang telah menunggumu.

See u. “

“Beauty in the eye of the beholder. Beauty in thing exists in the mind which contemplates them.”





Terminal Purabaya, 26 Mei 2013


Pria dengan Muka Kantuk








PS: Tulisan ini sebagai pematik opini terhadap pelecehan seksual yang kerap terjadi di wilayah umum, terutama dalam transportasi umum. Saya menuliskannya murni untuk sesuatu hal kekaguman yang dimiliki oleh seorang manusia ciptaan Tuhan. Selain keindahan alam, keindahan sisi manusia sebagai wujud syukur kepada sang Khaliq.

2 komentar

Pasang Iklanmu di sini