4 min Reading
Tiga kata pertama untuk Maluku
adalah ‘Oh My God’. Alfred Russel Wallace membagi Kepulauan Nusantara menjadi
lima kelompok, saya begitu mengagumi apa yang telah ia temukan, mungkin begitupun
kalian. Wallace memasukkan Kepulauan Aru ke dalam bagian Papua, yang pernah
bersatu dengan daratan Australia pada zaman es. Kepulauan Maluku menjadi bagian
tersendiri.
![]() |
Maluku. Gambar diambil dari sumber ini. |
Semua berawal dari penjelajahan,
atau yang sering kita dengar saat ini dengan istilah lain yang cukup beragam.
Belakangan, ilmuwan sepakat untuk menyetujui teori yang dikemukakan naturalis
asal Inggris itu. Kawasan Wallacea: Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara
terpisahkan laut dalam di antara dua lempeng benua. Alam Maluku kian tersibak.
Dari sanalah ketertarikan berwisata bergulir. Kian ramai. Sejatinya, wisata
melibatkan partisipasi warga. Jadi, mengapa tidak mencicipi alam gugusan pulau
di timur Nusantara?
Saya pernah berkesempatan
mengunjungi Maluku, walau tak lama namun sangat berkesan. Pesona Wallacea
terbawa hingga saya tiba di rumah. Saya berpikir, keindahan alam Nusantara tak
akan pernah pudar selama kita masih peduli untuk menjaganya. Menjaga dengan
cara yang arif, dengan rasa cinta pada Nusantara.
Saya akan memulainya dengan
Kepulauan Aru, yang merupakan wilayah Austro-Malaya. Kepualauan Aru pernah
bersatu dengan Australia dan Papua pada zaman es. Dan Alm. Alfred Russel
Wallace pada penjelajahannya pada tahun 1857 tidak memasukkan Aru ke dalam
kawasan Wallacea. Dan kini, Aru termasuk wilayah administrasi dari Provinsi
Maluku.
Kota Dobo, kota yang terletak di
Pulau Wamar yang menjadi ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru. Wilayah yang terdiri
dari 187 pulau ini terbagi menjadi tiga kecamatan. Dari sini segala macam
logistik didistribusikan ke pulau-pulau lain. Geliat masyarakat pun bergerak di
sini. Pergerakan dan aktifitas perekonomian terjadi bak bandar judi. Ramai dan
sangat mengasikkan.
Mungkin kita sudah mengerti ada
delapan pulau terdepan yang berbatasan dengan negara kangguru. Dan salah
satunya adalah Pulau Penambulai di Kecamatan Aru Tengah Timur, termasuk salah
satu teras depan Nusantara yang berbatasan dengan Australia. Pada tahun 2010
telah terpasang tanda Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sayang sekali, saat itu saya tak
memiliki perangkat canggih seperti saat ini. Kamera atau pun ponsel dengan
widget piksel pun belum saya miliki. Sehingga, hanya cerita singkat untuk
mengingatnya, bagaimana keindahan alam dan perjalanan ke Maluku. Berbatas kata,
dengan diskripsi sempit yang saya miliki. Saya mohon maaf.
Tetapi saya masih mengingatnya
saat saya menaiki pesawat Triagana dari Bandara Patimura, Ambon. Pada saat itu
musim libur, harga tiket satu kali jalan lebih dari 1,5 juta pada musim libur.
Singgah sejenak di Kota Tual lalu berlanjut ke Bandara Rar Gwamar, Dobo. Ya,
pulau kecil dengan kenangan yang luar biasa. Sayang, untuk menghemat tenaga
saya memaksakan diri untuk tidur di dalam pesawat. Teringat saat Ayah saya
mengatakan bahwa ada cara lain untuk menuju Aru: melalui perjalanan laut.
Menggunakan Kapal Pelni melalui Ambon dengan beberapa kali transit di
Halmahera, Banda, dan Tual. Tersedia pula KMP Lobster yang melayani beberapa
rute untuk berwisata alam ke puluhan pulau yang menarik dan tak usai untuk
dikagumi di sekitar Dobo, antara lain Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai
Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, dan Batu Goyang. Saat itu, tarif untuk
perjalanan tersebut sekitar 500 ribu.
Selain tempat yang menawan dan nampak
tak biasa bagi saya. Kekayaan satwa endemik dari Kepulauan Aru, menurut
beberapa penelitian yang telah dilakukan serta beberapa informasi yang saya
dapat, Kepulauan Aru memilki hutan yang mejadi rumah bagi Cendrawasih Raja,
Manukodia Kilap, dan Manukodia Terompet. Aru telah membuat hati saya tergerak untuk
mengulanginya kembali, karena Aru merupakan budaya bahari khas timur Nusantara
yang menawan. Semoga kelak saya dapat kembali kesana, dapat bercerita banyak
bagaimana kain cantik Aru dengan manik-manik dan penutup kepala berpadu dengan
indah, sebagai pakaian adat dan juga digunakan sebagai pakaian seragam
anak-anak sekolah. Melakukan birdwatching
dengan obyek Cendrawasih Raja dan satwa endemik Aru lainnya. Berharap lebih
dekat lagi dengan masyarakat Dobo, bertukar cerita dan pengalaman bagaimana
kearifan Nusantara terjaga di sini diantara zaman yang semakin arogan. Lebih
dari itu semua, semoga pesona alam bahari dan senyum masyarakat tetap menghiasi
Kepulauan ini. Tolong jangan di rusak ya kawan-kawanku para pelancong, dan para
backpacker sekalian. Mengarahkan telunjuk
pada cermin.
Post-scriptum: tulisan singkat ini sengaja tidak disertai foto-foto
lokasi dan obyek menarik lainnya. Karena pada saat itu perjalanan kami belum
dilengkapi perbekalan dokumentasi digital. Untuk mengetahui beberapa lokasi dan
beberapa tempat yang menarik di Dobo, Kepulauan Aru Maluku, saya sepakat bahwa
para pembaca sudah cukup cerdas untuk mencarinya sendiri. Sekaligus saya
berterima kasih kepada Heidi Gunarto untuk ajakan menuju Kepulauan Aru Maluku.
Tabik!