Pendaki
gunung itu adalah orang-orang yang telah berguru pada alam. Guru yang
langsung diciptakan oleh Tuhan untuk mengajarkan segala sesuatu kepada
kita. Jadi bisa dibilang, orang-orang yang berguru pada alam itu
sesungguhnya telah berguru pada sang maha guru. Maha guru yang lebih
banyak memberi dan tak pernah meminta.
Karena ilmu tanpa batas
itu sumbernya dari Tuhan, maka alam adalah sebagai medianya. Nabi Musa
saja harus mendaki gunung Sinai ketika akan mendapatkan kitab Taurat.
Nabi Muhammad SAW juga harus mendaki bukit (jabal) dan tinggal di Gua Hiro
yang tidak semua orang bisa dengan mudah menggapai tempat tersebut,
sebelum akhirnya menerima wahyu yang pertama. Demikian pula para empu
yang harus mendaki gunung untuk bertapa sampai pada akhirnya mendapatkan
pencerahan berupa ilmu atau kesaktian.
Ada beberapa tingkatan “Tujuan mendaki gunung”, yakni sebagai berikut:
Tujuan mendaki gunung yang pertama, bisa dibilang tujuan yang paling
rendah adalah ”Untuk hobi atau kesenangan pribadi semata”. Para pendaki
gunung yang bertujuan untuk hobi ini, biasanya mendaki gunung untuk
sekedar rekreasi, mengisi waktu luang atau melepas kepenatan.
Orang-orang ini mendaki gunung untuk menikmati pemandangan alam,
menghirup udara segar atau berkemah bersama teman-teman. Puncak gunung
bukanlah harga mati, karena yang mereka kejar hanyalah kesenangan
semata. Jadi meskipun mereka mendaki gunung tidak sampai ke puncak,
sebenarnya mereka sudah cukup puas.
Tingkat kedua, tujuan
mendaki gunung “Untuk prestise atau mendapatkan pengakuan”. Para pendaki
yang mendaki gunung untuk tujuan seperti ini, yang mereka kejar hanya
puncak. Jadi puncak gunung adalah harga mati bagi mereka. Bagaimanapun
caranya, puncak harus bisa diraih, karena mereka beranggapan semakin
banyak puncak gunung yang dikoleksi, maka prestise akan meningkat pula
dan Ia-pun akan mendapat pengakuan dari orang lain (meskipun
kenyataannya justru dianggap sombong dan kurang begitu dianggap oleh
kebanyakan pendaki).
Tingkatan yang lebih tinggi yakni “ Untuk
pengalaman dan Ilmu pengetahuan”. Orang-orang yang bertujuan seperti ini
tidak hanya “pendaki gunung atau petualang saja”, tetapi bisa juga para
ahli yang mendaki gunung untuk keperluan penelitian. Contoh: Seorang
ahli “Vulkanologi” harus mendaki gunung untuk meneliti keadaan kawah
sebuah gunung, Seorang pendaki yang mendaki gunung untuk keperluan
membuat peta, seorang ahli yang mendaki gunung untuk keperluan meneliti
jenis-jenis hewan dan tumbuhan di sebuah gunung, seorang petualang yang
mendaki gunung untuk membuka jalur pendakian atau mencari lokasi sumber
air dsb. Orang-orang yang memiliki tujuan ini, biasanya mengabaikan
“Prestise” atau bahkan “nyawanya” sekalipun karena tujuan utama mereka
adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam benak mereka. Demi ilmu
pengetahuan dan pengalaman baru sehingga bermanfaat untuk dirinya dan
juga orang lain.
Tingkatan selanjutnya yang lebih tinggi adalah
“ Untuk pelestarian alam atau misi penyelamatan”. Biasanya banyak dari
kalangan para “Pecinta alam” (Pecinta alam yang sebenarnya), Tim SAR atau
polisi hutan. Mereka mendaki gunung untuk kelestarian alam, misalnya
reboisasi di lereng gunung, ekspedisi bersih-bersih gunung dari
coretan-coretan dan sampah gunung, perbaikan jalur pendakian untuk
mencegah adanya jalur-jalur bayangan yang akan menyesatkan pendaki, Tim
SAR yang mendaki gunung untuk mencari pendaki yang hilang, para polisi
hutan yang mendaki gunung untuk menjaga hutan dari bahaya kebakaran atau
memburu para penebang dan pemburu liar.
Tingkatan berikutnya
yang lebih tinggi lagi adalah “Untuk mengasah pribadi dan menemukan
hakekat diri”. Orang-orang yang memiliki tujuan seperti inilah orang
yang mampu berguru pada alam. Mereka mendaki gunung untuk menyendiri dan
merenung guna mendapatkan kedamaian dan pencerahan dari Tuhan dengan
mengakrabi alam. Karena dengan begitu mereka akan tahu bahwa dirinya
tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam apalagi Tuhan. Tujuan
mendaki gunung seperti ini tidak hanya bisa dilakukan oleh para pertapa
saja, yang biasanya mendaki gunung dan tinggal disana dalam waktu yang
cukup lama sampai mendapat ilmu. Namun, sebenarnya para pendaki gunung
biasa juga bisa memiliki tujuan seperti ini, kebanyakan para pendaki
yang sudah cukup berpengalaman biasanya mendaki gunung untuk tujuan
seperti ini. Mereka mendaki gunung bukan lagi untuk hobi atau mengejar
prestise, tetapi mereka mendaki karena “panggilan jiwa” yang harus terus
dipenuhi. Mereka seolah tak bisa hidup jauh dari gunung. Meskipun telah
lama tidak mendaki gunung, namun keinginan untuk mendaki itu pasti akan
tetap ada karena sudah menjadi kebutuhan. Mereka meyakini bahwa ada
banyak pelajaran yang bisa diperoleh dari mendaki gunung. Dengan
mengakrabi alam, maka dengan sendirinya alam akan mengajarkan banyak
ilmu kepada kita.
Jadi, jelas bahwa gunung adalah media untuk
menempa pribadi manusia sebelum akhirnya mendapatkan ilmu yang berasal
dari Tuhan. Ilmu yang tak terbatas dan tidak bisa didapatkan hanya dari
sekolah atau kuliah saja.
Ilmu apakah itu?
Ilmu tentang “hakikat diri dan Pemahaman akan arti kehidupan”. Bagaimana cara memahaminya?
Salah satu caranya adalah dengan “Banyak mendaki gunung”.
Jadi pastikan terlebih dahulu tujuan kita sebenarnya sebelum kita
mendaki gunung, sehingga kegiatan yang kita lakukan nanti tidak akan
sia-sia, dan jika nanti seandainya kita terpaksa harus mati di gunung
sekalipun, maka kita tidak akan mati konyol karena minimal kita sudah
memiliki tujuan yang jelas.
Tak ada pendaki yang mati di gunung,
mati sia-sia. Mereka hanya manusia biasa yang telah berani menghargai
hidup dan memenuhi takdirnya saja.
‘Kematian’ ketika mendaki gunung adalah resiko yang harus dihadapi dengan keberanian.
" Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya tanpa kita
mengerti, tanpa kita bisa menawar, terimalah dan hadapilah "
*Ditulis oleh: Kang Aden. Ia adalah salah satu penggiat dari tim Patas Jatim (komunitas pecinta alam yang berada di Surabaya) dan leader pendakian Gunung Argopuro 2013. Beliau dapat dihubungi di sini.
0 komentar:
Posting Komentar