3 min Reading
Add Comment
“Manusia-manusia sering lupa,
jika ia akan diuji oleh beberapa ketakutan di dunia. Mereka diuji dengan
sedikit kelaparan, kemiskinan, dan rasa sakit.”
#30HariMenulis
Gunung Kelud
ngomel
opini
Patas Jatim
pejalan
self discovery
***
Saya mengenal Kelud, melalui
perjalanan akhir tahun bersama keluarga. Waktu itu saya melewati beberapa
jembatan yang baru dibangun sekitar tahun 2000-an. Jembatan yang dibangun
tersebut untuk menghindari aliran lahar Kelud yang jika sewaktu-waktu turun.
Sehingga akses kota yang menghubungkan kabupaten sekitarnya tidak terganggu.
Sekilas tentang Kelud. Saya pernah
mendengar seorang kawan yang sering menyusuri jalanan menuju Kelud menggunakan
sepeda. Mereka bercerita bagaimana Kelud dengan segala keindahan dan
panoramanya yang menyejukkan mata. Membuat saya penasaran ingin ikut merasakan
sensasinya.
Gunung Kelud (1.731 mdpl) pernah
meletus hebat 1960-an dan menghilangkan puncak kepundannya. Muntahan laharnya
menyapu bersih daerah Srengat, Wlingi, Talun, Blitar dan sekitarnya. Saat itu
saya masih kecil dan saya dapati cerita luar biasa tersebut itu dari Kakek.
Pada tahun 1999 Kelud pun
meletus, setelah berkali-kali menunjukkan keberadaanya sebagai gunung api yang
masih aktif. Menghancurkan perkebunan teh di lereng-lereng gunung.
Dari Simpang tiga jalan raya
Wates – Kediri, saya bersepeda menyusuri jalan pedesaan. Di ujung desa, ada
sebuah warung yang biasanya digunakan para pendaki gunung beristirahat. Lalu
jalanan membelah daerah pertanian yang banyak ditanami palawija sebelum
akhirnya masuk area perkebunan teh. Walaupun jalanan menanjak, tak terasa berat
karena pemandangan alam sekitarnya sangat bagus. Dari sebuah ketinggian tampak
perkebunan teh yang membentang luas, menutup semua permukaan tanah bak beludru
hijau.
Semakin tinggi saya berada, udara
terasa semakin sejuk. Menurut penduduk, jarak antara desa terakhir sampai
terowongan sekitar 10 km. Tapi dengan bersepeda menjadi terasa lebih jauh. Hal
ini karena saya sering berhenti untuk beristirahat mengatur nafas dan
menyiasati jalanan menanjak. Maklum perokok seperti saya, butuh treadment khusus untuk olah raga seperti
ini. Lambat laun, jalan memasuki kawasan hutan pohon Kaliandra. Selanjutnya
sepeda melipir punggungan dan di sebelah kanan jurang menganga lebar. Jalan ini
berakhir pada mulut terowongan.
Di dalam terowongan, ada beberapa
ruangan yang dibuat untuk menginap para penjaga atau pemantau aktivitas Gunung
Kelud. Tapi kini berubah fungsi menjadi tempat bersemedi para peziarah.
Seberang mulut terowongan, sebuah pemandangan indah menunggu. Danau kawah berwarna
kehijauan membentang, dibentengi dinding padas. Sementara dinding terjal bagian
kanan, kerap dipakai berlatih panjat tebing. Masyarakat lokal menyebutnya
sebagai ‘Gajah Mungkur’, karena berbentuk mirip seekor gajah yang sedang duduk
membelakangi.
Semalam Gunung Kelud menunjukkan
keberadaanya yang masih aktif. Saya tak sempat mengabadikan hujan abu
semalaman. Baru mengetahuinya setelah pagi tadi, saat saya hendak menyiram
beberapa tanaman dalam pot di depan rumah. Tumpukkan abu halus sudah menutupi teras
rumah.
Ini adalah hari pertama saya
selepas dari angka kelahiran masehi, setelah kemarin sibuk membalas ribuan
ucapan selamat milad yang saya terima melalui seluler dan media sosial. Dan
beberapa kejutan istimewa dari beberapa rekan karib.
Kita yang tak pernah mengerti
bahwa ujian yang diberikan kepada kita adalah gerbang awal dari kebahagiaan.
Maka setelah kita diuji oleh-Nya, maka ujilah diri pribadi dengan ketakutan
yang kita ciptakan sendiri.
Sangat mudah untuk Tuhan membalik
keadaan, dari yang sumringah menjadi was-was. Saya berharap rekan-rekan yang
berada di sekitar Gunung Kelud diberi perlindungan dan keselamatan oleh Allah
SWT. Amiiin.
Ps: tulisan ini sebagai tulisan
belangsungkawa kepada rekan, dan saudara yang berada di area Gunung Kelud. Dan
juga sebagai tulisan pertama saya dalam acara #30harimenulis, satu kompetisi
personal antara saya dengan rekan saya, setelah perbincangan absurd semalaman.
0 komentar:
Posting Komentar