2 min Reading
2
Comments
![]() |
Kukuh (Ketum Srigunting'14) dan Tika (Ketum Peksia'14)) Meniup lilin pada acara ulang tahun Peksia yang ke 18 tahun. (Foto: Dokumentasi Peksia) |
Maret adalah bulan pertemuan. Pada bulan ini satu komunitas yang membesarkan pengamat burung dan pemerhati lingkungan berulang tahun ke 18: Peksia UA.
Tepatnya pada tanggal 17 Maret 2014 lalu, Peksia merayakan hari jadinya. Namun acara bahagia tersebut tidak dirayakan sendiri, tetapi mengundang komunitas lain yang ada di Surabaya untuk berbagi kebersamaan di Wonorejo Surabaya. Acara tersebut dihadiri pengamat burung dari FKH UA (Kirik-kirik), Biologi Unesa (Srigunting), dan Anak Burung. Tanggal 22 Maret bukan saja sebagai hari perayaan kebahagiaan Peksia selaku komunitas pengamat burung di Surabaya yang merayakan hari jadi, namun hari tersebut ada yang khusus, yaitu pembentukan kepengurusan baru yang selama ini menjadi wadah pengamat burung seluruh Surabaya: Sarang Burung Surabaya. Ia adalah 'mangkuk' yang lebih besar yang mewadahi program kerja dari berbagai komunitas pengamat burung yang ada di Surabaya.
Tiga tahun lalu tampuk kepemimpinan yang mulanya diemban oleh Agus ITS (Pecuk) diserahkan kepada Lukman Nurdini (Peksia). Sebagai ketua umum Sarang Burung Surabaya (SBS), Lukman mampu membawa nama SBS sampai ke telinga pengamat burung Negeri Jiran Malaysia, untuk berkunjung ke Surabaya melakukan birding dan mini converences di beberapa kota. Pada masa kepengurusan Lukman Nurdini, SBS tidak saja melulu tentang masalah ornithology, ia juga pandai membaca peluang bahwa masih banyak masyarakat awam yang masih 'buta' akan pentingnya burung sebagai bagian penting lingkungan.
Saya bersyukur menjadi bagian penting di lingkaran ini, berperan dan menjadi bagian yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Saya bahagia saat peksia semakin maju, pun juga sangat sedih, saat peksia tidak menelurkan apa-apa alias 'mandul'. Ibarat seekor burung, semakin banyak telur yang ia telurkan, semakin lama ia bertahan hidup dengan gerusan lingkungan dan jaman yang semakin rusak ini.
Sarang Burung Surabaya pun tidak akan menjadi satu mangkuk yang bermanfaat untuk masyarakat dan kelestarian lingkungan, jika saja komunitas kecil seperti Peksia, Pecuk, Kirik-kirik, dan Srigunting juga tidak bertelur secara rutin. Kami berdoa pada pagi yang cerah di tambak Wonorejo Surabaya sebagai laboratorium dan sebagai perpustakaan alam, supaya angka 18 ini bukan hanya sebagai angka tanpa nyawa. Namun angka 18 menjadi angka produktif untuk semakin memperbanyak telur-telur karya dan individu-individu pemerhati lingkungan.
Ayo Peksia, Terbang menembus batas!
![]() |
Sesi foto bersama dengan anggota Peksia periode 2014. (Foto: Dokumentasi Peksia) |
2 komentar
coba buat infographic untuk media informasi dan edukasi perburungan di wonorejo (sby) ke masyarakat man.. dapat berupa animasi atau non animasi (semacam poster) jd bisa disebarluaskan dalam versi cetak atau dalam dunia maya (fan page fesbook, blog, kultwit di twitter, dll)
BalasHapusMasukan yang bagus Nimas. Sudah dalam program kerja, tinggal diresmikan saja. Matur nuwun.
Hapus