Ouch, Stop!

Terkadang dalam hidup kita selalu dihadapkan dengan beberapa hal yang beresiko. Seperti saat saya memutuskan untuk pergi traveling ke Pulau Lombok. Saya tidak pernah membayangkan akan melakukan perjalanan tanpa perencanaan yang matang, menaiki kereta sapi bermuatan bambu, mencari tumpangan dengan menghadang mobil bak terbuka, dan berlari mengejar truk bermuatan daun bawang yang ternyata dipenuhi ulat daun yang membuat gatal sekujur tubuh selama tiga hari dua malam.

Auto-stop atau hitchhiking, yang dilakukan saat menuju Singaraja, Bali.
Semua resiko yang kita bayangkan sebelumnya memang terkesan seram dan membahayakan. Tak jarang kita lebih memilih jalan alternatif saja, supaya kita aman dan terhindar dari hal yang demikian. Bahasa lainnya mengatakan, “hidup yang flat-flat sajalah, lempeeeng, dan nyamaann”. Namun semua itu terbantah dengan satu kondisi bahwa, “tidak ada pilihan lain selain itu”. Saat situasi di mana kita harus memilih, “Kita harus melakukannya supaya kita mencapai tujuan.”

Sebelum melakukan perjalanan, biasanya saya selalu mencari tahu terlebih dahulu mengenai lokasi yang saya tuju melalui surat kabar, internet, dan beberapa majalah traveling. Namun ada sisi di mana kita menafikkan semua refrensi mengenai lokasi yang akan kita kunjungi. Melempar semua buku bacaan traveling, dan berjalan bebas menuruti arah angin berhembus. Ada kalanya kita seperti itu kan? Seperti ada perlawanan yang keluar dari batin untuk melawan keteraturan hidup, kemudian berani mengambil resiko meskipun kita tau dampak yang akan kita hadapi setelahnya.

Tidak semua hal-hal yang menurut kita beresiko selalu berdampak buruk pada diri kita. Terkadang ada yang tidak kita ketahui sebelum mencobanya, mendapatkan pengalaman baru misalnya. Saya tidak berusaha mengajak kalian untuk melakukan hal-hal bodoh beresiko tinggi. Tapi saya mencoba berbagi pengalaman tentang beberapa hal yang beresiko namun masih dapat kita ukur sendiri kemungkinannya. Ingat, resiko yang “mampu kita ukur” kemungkinan-kemungkinannya.

Untuk kamu yang gemar berpetualang, mengunjungi beberapa daerah di Nusantara misalnya, dengan perbekalan dana yang tidak banyak atau bisa dibilang kurang. Tenang saja, tak perlu khawatir dan selalu ingat kata-kata Orangtua kita, “Tuhan tak akan pernah menguji ciptaannya, dengan apa yang tidak mampu ia lakukan.” Jelaskan? (tapi ini berlaku untuk kalian yang merasa ciptaan Tuhan) yang bukan, ya maaf-maaf saja. Hehe..

Baik, saya akan membagi pengalaman perjalanan yang sedikit beresiko. Perjalanan menuju Pulau Lombok yang saya lakukan tahun kemarin. Terkadang kita juga sering dihadapkan dengan kondisi yang tersudut, timbul pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban cepat. Seperti saat tidak ada transportasi yang melintas, atau beberapa kejadian lain yang membutuhkan keberanian untuk mengambil keputusan dalam keadaan genting. 

Saya akan membagi tips untuk melakukan auto-stop pada kendaraan yang akan kita minta bantuannya. Sebenarnya ada beragam cara yang dapat kita lakukan untuk nebeng, namun saya akan berbagi menurut akal-logika manusia saja dan dapat semua orang lakukan. Oya, aktifitas ini hanya untuk transportasi darat, terutama untuk kendaraan roda empat saja, tidak untuk kereta api, kapal, atau kereta kelinci. OMG!

1. Sebelum melakukan kegiatan auto-stop/nebeng/ngompreng/hitchiking, sebaiknya kita berdoa terlebih dahulu. Meminta maaf kepada tuhan atas semua dosa yang sudah kita lakukan dan meminta bantuanNya. Kita tidak akan pernah tahu ada faktor lain yang kita hadapi saat melakukan adegan berbahaya ini.

2. Persiapkan barang bawaan kita dengan (PRT) se-praktis mungkin, ringkas, dan tidak mengundang perhatian. Usahakan tidak ada barang yang masih sibuk kita pegang atau genggam. Penting bawasanya saat melakukan hitchhiking dalam kondisi yang (SST) siap, sigap, dan tangkas. Kita berhadapan dengan kendaraan yang berjalan di jalan raya, kita harus menyesuaikan mereka karena kita yang meminta bantuan. Selalu ingat istilah PRT dan SST. Dan satu lagi AT-AT-M, apa itu? (Ati-ati mblo!) hehe..

3. Tunggu di tepi jalan, atau berjalanlah sambil memberi kode “jempol yang bergoyang” yang mengisyaratkan bahwa anda akan nebeng. Ingat terkadang dalam traveling waktu adalah segalanya, semakin kita lama berada di satu lokasi maka praktis dana dan tenaga kita akan terbuang sia-sia. Dalam konsep traveling ala backpacker, jika kita menginginkan low-cost, maka waktu yang harus dikorbankan, tapi bukan berarti kita tidak mampu mengelola waktu dengan baik.

4. Jika kalian bepergian lebih dari dua orang dan bisa lebih, maka strategi yang dapat kita pakai adalah berkamuflase. Satu orang berada di tepi jalan untuk menunggu tumpangan dengan muka memelas, kemudian yang lain sedikit menjauh untuk duduk dan mengamati sembari senyam-senyum. Setelah sesorang diantara kalian (yang menunggu tumpangan di tepi jalan) medapatkan ijin menumpang, maka yang lain segera bersiap untuk naik. Sedikit licik sih, tapi cukup ampuh untuk dilakukan dalam kondisi darurat.

5. Siap-siap berlari untuk mengejar kendaraan tumpangan, terutama untuk kendaraan dengan mobil bak terbuka dan truk. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa kendaraan tidak semuanya dapat dengan cepat mem-ber-hen-ti-kan laju kendaraan mereka saat kita memberikan isyarat auto-stop. Ingat, kondisi ini rentan untuk meninggalkan barang dengan keadaan tergesa-gesa. 

6. Bergegaslah, saat sang pemberi tumpangan sudah mengijinkan kalian untuk naik ke kendaraan mereka. Bersikap sopan, dan ajaklah mereka ngobrol. Tak jarang, jika kalian sehati atau klop dalam momen itu, bisa jadi sang supir berbaik hati untuk mengajak kalian makan di rumah makan. Eits, jangan salah, prinsip supir yang saya tahu adalah “makan seperti ratu, turu koyo asu.” Intinya makan bagi mereka adalah sesuatu yang harus dijaga dan harus enak. Wehehwehe keren kan?

7. Tentukan di mana kamu akan turun, dan mengakhiri tumpangan yang diberikan kepada kalian. Sepele namun penting, karena pada prinsipnya kita harus tahu batasan dan peluang. Jangan sampai, apa maunya supir, “Saya mau menuju ke entah berantah pak, hidup sebagai seorang gelandangan.” Amit-amit dah..

8. Jika posisi untuk mengakhiri tebengan sudah kalian kunci, pastikan dulu barang bawaan kalian harus komplit, “Hati boleh saja tertinggal, tapi dompet masih dalam pelukan.” Sebelum benar-benar turun, pastikan pula lokasi kalian turun apakah terlalu sulit untuk dilakukan, jika iya, baiknya cari lokasi yang aman dan tidak membahayakan kalian dan pengguna jalan lainnya.

9.  Ucapkan (TSD) Terima kasih, Salam, dan Doa kepada pemberi tumpangan. Bagaimana pun perjalanan kalian sangat terbantu dengan adanya kerelaan hati dari mereka untuk mengangkut gelandangan macam kita-kita ini. hehehe..  

10. Jangan puas dan senang dulu. Perjalanan belum selesai, kalian harus mengulangi point yang sudah saya bagikan dari awal sampai point terakhir. Yah, dikira mudah apa buat ngompreeenngg? Hehe...

0 komentar:

Posting Komentar

Pasang Iklanmu di sini