5 min Reading
Add Comment
Terkadang dalam hidup kita selalu
dihadapkan dengan beberapa hal yang beresiko. Seperti saat saya memutuskan
untuk pergi traveling ke Pulau
Lombok. Saya tidak pernah membayangkan akan melakukan perjalanan tanpa perencanaan
yang matang, menaiki kereta sapi bermuatan bambu, mencari tumpangan dengan menghadang
mobil bak terbuka, dan berlari mengejar truk bermuatan daun bawang yang ternyata
dipenuhi ulat daun yang membuat gatal sekujur tubuh selama tiga hari dua malam.
Semua resiko yang kita bayangkan
sebelumnya memang terkesan seram dan membahayakan. Tak jarang kita lebih
memilih jalan alternatif saja, supaya kita aman dan terhindar dari hal yang
demikian. Bahasa lainnya mengatakan, “hidup yang flat-flat sajalah, lempeeeng,
dan nyamaann”. Namun semua itu terbantah dengan satu kondisi bahwa, “tidak
ada pilihan lain selain itu”. Saat situasi di mana kita harus memilih, “Kita
harus melakukannya supaya kita mencapai tujuan.”
#30HariMenulis
bekal penting
ngomel
pejalan
![]() |
Auto-stop atau hitchhiking, yang dilakukan saat menuju Singaraja, Bali. |
Sebelum melakukan perjalanan,
biasanya saya selalu mencari tahu terlebih dahulu mengenai lokasi yang saya
tuju melalui surat kabar, internet, dan beberapa majalah traveling. Namun ada sisi di mana kita menafikkan semua refrensi
mengenai lokasi yang akan kita kunjungi. Melempar semua buku bacaan traveling, dan berjalan bebas menuruti arah
angin berhembus. Ada kalanya kita seperti itu kan? Seperti ada perlawanan yang
keluar dari batin untuk melawan keteraturan hidup, kemudian berani mengambil
resiko meskipun kita tau dampak yang akan kita hadapi setelahnya.
Tidak semua hal-hal yang menurut
kita beresiko selalu berdampak buruk pada diri kita. Terkadang ada yang tidak kita
ketahui sebelum mencobanya, mendapatkan pengalaman baru misalnya. Saya tidak
berusaha mengajak kalian untuk melakukan hal-hal bodoh beresiko tinggi. Tapi
saya mencoba berbagi pengalaman tentang beberapa hal yang beresiko namun masih
dapat kita ukur sendiri kemungkinannya. Ingat, resiko yang “mampu kita ukur”
kemungkinan-kemungkinannya.
Untuk kamu yang gemar
berpetualang, mengunjungi beberapa daerah di Nusantara misalnya, dengan
perbekalan dana yang tidak banyak atau bisa dibilang kurang. Tenang saja, tak
perlu khawatir dan selalu ingat kata-kata Orangtua kita, “Tuhan tak akan pernah
menguji ciptaannya, dengan apa yang tidak mampu ia lakukan.” Jelaskan? (tapi
ini berlaku untuk kalian yang merasa ciptaan Tuhan) yang bukan, ya maaf-maaf
saja. Hehe..
Baik, saya akan membagi
pengalaman perjalanan yang sedikit beresiko. Perjalanan menuju Pulau Lombok yang
saya lakukan tahun kemarin. Terkadang kita juga sering dihadapkan dengan kondisi
yang tersudut, timbul pertanyaan-pertanyaan yang butuh jawaban cepat. Seperti
saat tidak ada transportasi yang melintas, atau beberapa kejadian lain yang
membutuhkan keberanian untuk mengambil keputusan dalam keadaan genting.
Saya akan membagi tips untuk melakukan
auto-stop pada kendaraan yang akan
kita minta bantuannya. Sebenarnya ada beragam cara yang dapat kita lakukan
untuk nebeng, namun saya akan berbagi
menurut akal-logika manusia saja dan dapat semua orang lakukan. Oya, aktifitas
ini hanya untuk transportasi darat, terutama untuk kendaraan roda empat saja,
tidak untuk kereta api, kapal, atau kereta kelinci. OMG!
1. Sebelum melakukan kegiatan auto-stop/nebeng/ngompreng/hitchiking,
sebaiknya kita berdoa terlebih dahulu. Meminta maaf kepada tuhan atas semua
dosa yang sudah kita lakukan dan meminta bantuanNya. Kita tidak akan pernah tahu
ada faktor lain yang kita hadapi saat melakukan adegan berbahaya ini.
2. Persiapkan barang bawaan kita
dengan (PRT) se-praktis mungkin, ringkas, dan tidak mengundang perhatian. Usahakan
tidak ada barang yang masih sibuk kita pegang atau genggam. Penting bawasanya
saat melakukan hitchhiking dalam
kondisi yang (SST) siap, sigap, dan tangkas. Kita berhadapan dengan kendaraan
yang berjalan di jalan raya, kita harus menyesuaikan mereka karena kita yang
meminta bantuan. Selalu ingat istilah PRT dan SST. Dan satu lagi AT-AT-M, apa
itu? (Ati-ati mblo!) hehe..
3. Tunggu di tepi jalan, atau
berjalanlah sambil memberi kode “jempol yang bergoyang” yang mengisyaratkan
bahwa anda akan nebeng. Ingat
terkadang dalam traveling waktu
adalah segalanya, semakin kita lama berada di satu lokasi maka praktis dana dan
tenaga kita akan terbuang sia-sia. Dalam konsep traveling ala backpacker, jika kita menginginkan low-cost, maka waktu yang harus
dikorbankan, tapi bukan berarti kita tidak mampu mengelola waktu dengan baik.
4. Jika kalian bepergian lebih
dari dua orang dan bisa lebih, maka strategi yang dapat kita pakai adalah
berkamuflase. Satu orang berada di tepi jalan untuk menunggu tumpangan dengan
muka memelas, kemudian yang lain sedikit menjauh untuk duduk dan mengamati
sembari senyam-senyum. Setelah sesorang diantara kalian (yang menunggu
tumpangan di tepi jalan) medapatkan ijin menumpang, maka yang lain segera bersiap
untuk naik. Sedikit licik sih, tapi cukup ampuh untuk dilakukan dalam kondisi
darurat.
5. Siap-siap berlari untuk
mengejar kendaraan tumpangan, terutama untuk kendaraan dengan mobil bak terbuka
dan truk. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa kendaraan tidak semuanya
dapat dengan cepat mem-ber-hen-ti-kan laju kendaraan mereka saat kita
memberikan isyarat auto-stop. Ingat,
kondisi ini rentan untuk meninggalkan barang dengan keadaan tergesa-gesa.
6. Bergegaslah, saat sang pemberi
tumpangan sudah mengijinkan kalian untuk naik ke kendaraan mereka. Bersikap sopan,
dan ajaklah mereka ngobrol. Tak jarang, jika kalian sehati atau klop dalam
momen itu, bisa jadi sang supir berbaik hati untuk mengajak kalian makan di
rumah makan. Eits, jangan salah, prinsip
supir yang saya tahu adalah “makan
seperti ratu, turu koyo asu.” Intinya makan bagi mereka adalah sesuatu yang
harus dijaga dan harus enak. Wehehwehe
keren kan?
7. Tentukan di mana kamu akan
turun, dan mengakhiri tumpangan yang diberikan kepada kalian. Sepele namun
penting, karena pada prinsipnya kita harus tahu batasan dan peluang. Jangan
sampai, apa maunya supir, “Saya mau menuju ke entah berantah pak, hidup sebagai
seorang gelandangan.” Amit-amit dah..
8. Jika posisi untuk mengakhiri
tebengan sudah kalian kunci, pastikan dulu barang bawaan kalian harus komplit,
“Hati boleh saja tertinggal, tapi dompet masih dalam pelukan.” Sebelum
benar-benar turun, pastikan pula lokasi kalian turun apakah terlalu sulit untuk
dilakukan, jika iya, baiknya cari lokasi yang aman dan tidak membahayakan
kalian dan pengguna jalan lainnya.
9. Ucapkan (TSD) Terima kasih, Salam, dan Doa
kepada pemberi tumpangan. Bagaimana pun perjalanan kalian sangat terbantu
dengan adanya kerelaan hati dari mereka untuk mengangkut gelandangan macam
kita-kita ini. hehehe..
10. Jangan puas dan senang dulu.
Perjalanan belum selesai, kalian harus mengulangi point yang sudah saya bagikan
dari awal sampai point terakhir. Yah, dikira mudah apa buat ngompreeenngg? Hehe...
0 komentar:
Posting Komentar