Kenapa Cepat Tersinggung?

Apabila pada suatu saat karena lampu traffic light yang orange mengakibatkan dua buah mobil hampir bertabrakan di tengah perempatan, maka dapat dipastikan yang akan marah-marah adalah pengendara mobil yang kondisinya kurang bagus. Mengapa demikian? Karena bila mengendarai mobil yang kondisinya kurang bagus, maka untuk menghentikan mobil tersebut diperlukan dengan menginjak rem sampai beberapa kali barulah mobil tersebut bisa berhenti. Tidak itu saja, mobil yang kurang bagus itu, apabila direm mendadak, maka mesinnya akan mati. Sulitnya lagi, mobil kurang bagus itu, apabila mesinnya mati akan susah untuk dihidupkan lagi dan juga apabila mesinnya hidup, maka mesinnya akan sulit dimatikan. Lebih-lebih lagi, mobil yang kurang bagus itu biasanya tidak ada “AC”nya, sehingga pastilah pengendaranya kepanasan. Nah, dengan kondisi yang seperti itu, dapat dipastikan, sesabar apa pun orang akan menjadi marah, dan paling tidak akan memaki-maki. Rasa marah ini akan menjadi semakin marah bila kemudian melihat bahwa mobil lawannya yang nyaris tabrakan tersebut ternyata mobil yang bagus sekali alias mobil mewah. Orang betawi bilang menjadi semakin “kheki.”

Sebaliknya dari itu, pengendara mobil bagus, tidak ada alasan untuk marah, karena biasanya mobil bagus itu sistem remnya canggih sekali, ditekan sedikit saja sudah berhenti. Mobil bagus biasanya ber-AC dingin. Mobil bagus juga biasanya dilengkapi dengan sound system yang istimewa, sehingga sang pengendara di samping berada dalam ruangan yang sangat nyaman juga dapat menikmati lagu-lagu indah. Dengan demikian, tidak ada alasan sama sekali bagi sang pengendara untuk marah. Bahkan bila melihat mobil yang akan bertabrakan dengannya itu mobil jelek dan mesinnya mati setelah direm, justru rasa iba dan kasihan yang akan muncul di hatinya, jauh dari rasa marah.

Cerita lainnya: dalam suatu standing party, apabila tersusun kelompok orang-orang tertentu yang sama-sama mengerti bahasa Inggris, maka biasanya pembicaraan akan menjadi meriah dan akan penuh pula dengan canda dan tawa. Nah, bila kebetulan ada seorang yang baru saja datang untuk bergabung di sekitarnya, dan kebetulan tidak mengerti benar dengan bahasa yang tengah digunakan oleh kelompok kecil orang tersebut, biasanya dapat membuat dia menjadi tersinggung atau marah, karena dia tidak mengerti bahasa yang sedang digunakan. Rasa rendah diri muncul saja secara tiba-tiba dan sangat berpotensi menumbuhkan kemarahan. Tindakan yang dilakukan biasanya adalah, segera menyingkir dan mencari kelompok lainnya atau bahkan kemudian balik kanan untuk segera angkat kaki dan pulang.

Demikianlah, kesimpulan sementara bahwa orang yang memiliki kekurangan, baik itu menyangkut kekurangan “materi” maupun kekurangan “pengetahuan”, maka biasanya akan menjadikan orang itu sebagai orang yang mudah tersinggung. Contoh ekstremnya adalah, di pelabuhan banyak kuli-kuli yang bekerja di panas teriknya matahari mengangkat karung-karung goni yang berat dan sangat melelahkan, bila kita salah-salah menegurnya dengan kata-kata yang kurang tepat, maka tidak mustahil dia akan memukul kita dengan membabi-buta dan paling tidak, menjadi marah.

Demikian pula seorang tukang becak yang sudah payah-payah mengantar kita dari tempat yang cukup jauh, sehingga dia terlihat sangat kelelahan, kemudian ditempat tujuan kita membayar dengan uang yang kurang dari perjanjian, sang tukang becak bisa jadi kalap dan menghantam kita sejadi-jadinya. Lebih ekstrem lagi, bila kita berjalan di Bronx, kawasan atau perkampungan orang kulit hitam golongan kurang mampu, acap kali akan ada seorang pengemis yang dijumpai. Bila kita tidak memberikan uang receh kepadanya, atau salah-salah kita memberikan komentar terhadapnya, maka mereka tidak segan-segan akan membunuh kita. Mereka itu dikenal sebagai “one dollar killer”.

Dari dua ilustrasi di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan awal bahwa mereka yang cepat tersinngung adalah terdiri dari orang-orang yang penuh dengan keterbatasan. Keterbatasan di sini akan banyak sekali variasinya dan kondisi yang dapat memicu rasa marah sebagai refleksi dari rasa tersinggung itu. Hal ini sangat dapat dipahami, karena memang rasa marah pada umumnya adalah merupakan refleksi dari rasa putus asa yang melanda perasaan seseorang.

Namun, ada pula hasil survei yang juga mengatakan bahwa tingkat intelektualitas seseorang akan sangat berpengaruh kepada cepat atau tidaknya sesorang itu akan tersinggung atau tidak. Pengetahuan yang luas jelas akan sangat menguasai perasaan seseorang untuk mengendalikan dirinya, kapan harus marah ataupun kapan harus sekadar menertawakan saja permasalahan yang tengah dihadapinya. Itu pula sebabnya, mengapa ada kelompok orang-orang yang dalam menyelesaikan masalahnya, ada yang memilih untuk berkelahi dan bahkan bunuh-membunuh atau cukup dengan bernegoisasi.

Dalam kehidupan sehari-hari akan dengan mudah kita lihat kejadian-kejadian yang agak menyerupai kejadian seperti yang diuraikan dalam ilustrasi di atas itu. Di jalan raya cukup banyak contoh yang terjadi. Supir taksi dan juga apalagi metro mini, biasanya menyetir kendaraannya secara ugal-ugalan, tanpa menghargai pengemudi kendaraan lainnya. Bagi orang yang baru saja datang ke Jakarta, pastilah mereka akan selalu marah-marah pada setiap di potong lintasannya secara sembarangan oleh para sopir angkutan kota tersebut. akan tetapi, setelah pengetahuannya bertambah tentang kondisi lalu lintas di Jakarta yang memang seperti itu, maka mereka pun akan menjadi lebih sabar.

“Singkat kata, bila orang memiliki banyak kekurangan, apakah itu “materi” dan lebih-lebih “pengetahuan”, biasanya mereka akan menjadi orang-orang dari golongan yang cepat tersinggung.” –Chappy Hakim-

Diatas adalah uraian tulisan dari Bapak Chappy Hakim, dalam blognya di Kompasiana[dot]com.

Contoh yang paling mudah untuk dapat dicermati adalah, dapat dilihat dari cara bagaimana orang-orang memberikan tanggapan atau komentar di sebuah media elektronik: blog, sampai twitter. Ada komentar-komentar yang diberikan secara elegan dan ada pula yang langsung marah-marah atau menulis dengan tulisan-tulisan yang sangat vulgar sifatnya. Terkadang memang agak kurang disadari bahwa dalam kita menyampaikan sesuatu dalam bentuk tulisan maupun lisan, maka sebenarnya hal itu adalah sebagian besar mencerminkan atau berupa refleksi dari seberapa tinggi kadar intelektualitas yang dimiliki seseorang. Begitu barangkali, jawaban dari pertanyaan: kenapa cepat tersinggung?.
_____________________________________________________________

Sedikit tentang:
Chappy Hakim, lahir di Yogyakarta, 17 Desember 1947. Menyelesaikan pendidikan Sekolah Rakyat, SMP, dan SMA di Jakarta. Beberapa jenjang pendidikan selanjutnya antara lain adalah: Akabri Udara 1971, Sekolah Penerbang, Sekkau, Sekolah Instruktur Penerbang, Seskoau, Seskogab, dan Lenhamnnas. Mantan KSAU 2002-2005, Ketua Timnas EKKT 2007, memiliki 8.000 jam terbang dengan berbagai tipe pesawat, menulis aktif di media, karya buku Pelangi Dirgantara, Untuk Indonesiaku, Air Diplomacy, dan Dari Segara ke Angkasa.

0 komentar:

Posting Komentar

Pasang Iklanmu di sini