5 min Reading
Add Comment
Apabila pada suatu saat karena
lampu traffic light yang orange mengakibatkan dua buah mobil
hampir bertabrakan di tengah perempatan, maka dapat dipastikan yang akan
marah-marah adalah pengendara mobil yang kondisinya kurang bagus. Mengapa
demikian? Karena bila mengendarai mobil yang kondisinya kurang bagus, maka
untuk menghentikan mobil tersebut diperlukan dengan menginjak rem sampai
beberapa kali barulah mobil tersebut bisa berhenti. Tidak itu saja, mobil yang
kurang bagus itu, apabila direm mendadak, maka mesinnya akan mati. Sulitnya
lagi, mobil kurang bagus itu, apabila mesinnya mati akan susah untuk dihidupkan
lagi dan juga apabila mesinnya hidup, maka mesinnya akan sulit dimatikan. Lebih-lebih
lagi, mobil yang kurang bagus itu biasanya tidak ada “AC”nya, sehingga pastilah
pengendaranya kepanasan. Nah, dengan kondisi yang seperti itu, dapat
dipastikan, sesabar apa pun orang akan menjadi marah, dan paling tidak akan
memaki-maki. Rasa marah ini akan menjadi semakin marah bila kemudian melihat
bahwa mobil lawannya yang nyaris tabrakan tersebut ternyata mobil yang bagus
sekali alias mobil mewah. Orang betawi bilang menjadi semakin “kheki.”
artikel
opini
reblog
selebihnya dusta
Sebaliknya dari itu, pengendara
mobil bagus, tidak ada alasan untuk marah, karena biasanya mobil bagus itu
sistem remnya canggih sekali, ditekan sedikit saja sudah berhenti. Mobil bagus
biasanya ber-AC dingin. Mobil bagus juga biasanya dilengkapi dengan sound system yang istimewa, sehingga
sang pengendara di samping berada dalam ruangan yang sangat nyaman juga dapat
menikmati lagu-lagu indah. Dengan demikian, tidak ada alasan sama sekali bagi
sang pengendara untuk marah. Bahkan bila melihat mobil yang akan bertabrakan
dengannya itu mobil jelek dan mesinnya mati setelah direm, justru rasa iba dan
kasihan yang akan muncul di hatinya, jauh dari rasa marah.
Cerita lainnya: dalam suatu standing party, apabila tersusun
kelompok orang-orang tertentu yang sama-sama mengerti bahasa Inggris, maka
biasanya pembicaraan akan menjadi meriah dan akan penuh pula dengan canda dan
tawa. Nah, bila kebetulan ada seorang yang baru saja datang untuk bergabung di
sekitarnya, dan kebetulan tidak mengerti benar dengan bahasa yang tengah
digunakan oleh kelompok kecil orang tersebut, biasanya dapat membuat dia
menjadi tersinggung atau marah, karena dia tidak mengerti bahasa yang sedang
digunakan. Rasa rendah diri muncul saja secara tiba-tiba dan sangat berpotensi
menumbuhkan kemarahan. Tindakan yang dilakukan biasanya adalah, segera
menyingkir dan mencari kelompok lainnya atau bahkan kemudian balik kanan untuk
segera angkat kaki dan pulang.
Demikianlah, kesimpulan sementara
bahwa orang yang memiliki kekurangan, baik itu menyangkut kekurangan “materi”
maupun kekurangan “pengetahuan”, maka biasanya akan menjadikan orang itu
sebagai orang yang mudah tersinggung. Contoh ekstremnya adalah, di pelabuhan
banyak kuli-kuli yang bekerja di panas teriknya matahari mengangkat
karung-karung goni yang berat dan sangat melelahkan, bila kita salah-salah
menegurnya dengan kata-kata yang kurang tepat, maka tidak mustahil dia akan
memukul kita dengan membabi-buta dan paling tidak, menjadi marah.
Demikian pula seorang tukang
becak yang sudah payah-payah mengantar kita dari tempat yang cukup jauh,
sehingga dia terlihat sangat kelelahan, kemudian ditempat tujuan kita membayar
dengan uang yang kurang dari perjanjian, sang tukang becak bisa jadi kalap dan
menghantam kita sejadi-jadinya. Lebih ekstrem lagi, bila kita berjalan di
Bronx, kawasan atau perkampungan orang kulit hitam golongan kurang mampu, acap
kali akan ada seorang pengemis yang dijumpai. Bila kita tidak memberikan uang
receh kepadanya, atau salah-salah kita memberikan komentar terhadapnya, maka
mereka tidak segan-segan akan membunuh kita. Mereka itu dikenal sebagai “one
dollar killer”.
Dari dua ilustrasi di atas, maka
dapat diperoleh kesimpulan awal bahwa mereka yang cepat tersinngung adalah
terdiri dari orang-orang yang penuh dengan keterbatasan. Keterbatasan di sini
akan banyak sekali variasinya dan kondisi yang dapat memicu rasa marah sebagai
refleksi dari rasa tersinggung itu. Hal ini sangat dapat dipahami, karena
memang rasa marah pada umumnya adalah merupakan refleksi dari rasa putus asa
yang melanda perasaan seseorang.
Namun, ada pula hasil survei yang
juga mengatakan bahwa tingkat intelektualitas seseorang akan sangat berpengaruh
kepada cepat atau tidaknya sesorang itu akan tersinggung atau tidak.
Pengetahuan yang luas jelas akan sangat menguasai perasaan seseorang untuk
mengendalikan dirinya, kapan harus marah ataupun kapan harus sekadar menertawakan
saja permasalahan yang tengah dihadapinya. Itu pula sebabnya, mengapa ada
kelompok orang-orang yang dalam menyelesaikan masalahnya, ada yang memilih
untuk berkelahi dan bahkan bunuh-membunuh atau cukup dengan bernegoisasi.
Dalam kehidupan sehari-hari akan
dengan mudah kita lihat kejadian-kejadian yang agak menyerupai kejadian seperti
yang diuraikan dalam ilustrasi di atas itu. Di jalan raya cukup banyak contoh
yang terjadi. Supir taksi dan juga apalagi metro mini, biasanya menyetir
kendaraannya secara ugal-ugalan, tanpa menghargai pengemudi kendaraan lainnya.
Bagi orang yang baru saja datang ke Jakarta, pastilah mereka akan selalu
marah-marah pada setiap di potong lintasannya secara sembarangan oleh para
sopir angkutan kota tersebut. akan tetapi, setelah pengetahuannya bertambah
tentang kondisi lalu lintas di Jakarta yang memang seperti itu, maka mereka pun
akan menjadi lebih sabar.
“Singkat kata, bila orang memiliki banyak kekurangan, apakah itu
“materi” dan lebih-lebih “pengetahuan”, biasanya mereka akan menjadi
orang-orang dari golongan yang cepat tersinggung.” –Chappy Hakim-
Diatas adalah uraian tulisan dari
Bapak Chappy Hakim, dalam blognya di Kompasiana[dot]com.
Contoh yang paling mudah untuk
dapat dicermati adalah, dapat dilihat dari cara bagaimana orang-orang
memberikan tanggapan atau komentar di sebuah media elektronik: blog, sampai
twitter. Ada komentar-komentar yang diberikan secara elegan dan ada pula yang
langsung marah-marah atau menulis dengan tulisan-tulisan yang sangat vulgar
sifatnya. Terkadang memang agak kurang disadari bahwa dalam kita menyampaikan
sesuatu dalam bentuk tulisan maupun lisan, maka sebenarnya hal itu adalah
sebagian besar mencerminkan atau berupa refleksi dari seberapa tinggi kadar
intelektualitas yang dimiliki seseorang. Begitu barangkali, jawaban dari pertanyaan:
kenapa cepat tersinggung?.
_____________________________________________________________
Sedikit tentang:
Chappy Hakim, lahir di Yogyakarta, 17 Desember 1947. Menyelesaikan
pendidikan Sekolah Rakyat, SMP, dan SMA di Jakarta. Beberapa jenjang pendidikan
selanjutnya antara lain adalah: Akabri Udara 1971, Sekolah Penerbang, Sekkau,
Sekolah Instruktur Penerbang, Seskoau, Seskogab, dan Lenhamnnas. Mantan KSAU
2002-2005, Ketua Timnas EKKT 2007, memiliki 8.000 jam terbang dengan berbagai
tipe pesawat, menulis aktif di media, karya buku Pelangi Dirgantara, Untuk Indonesiaku, Air Diplomacy, dan Dari Segara
ke Angkasa.
0 komentar:
Posting Komentar