Untuk Kamu yang Takut Ketinggian

Sandi, maaf aku lupa untuk mengirim surat untukmu. Sudah tiga minggu ini aku tak mengabarimu. Bukan karena mengabaikan, tetapi aku teramat sibuk dengan ketidakpastian.

Sandi, aku tak pernah lupa ketakutanmu akan ketinggian. Mungkin kita masih mengingatnya, saat kita berada satu bis yang sama menuju bukit. Kamu duduk bersebelahan bersama kekasihmu, sedangkan aku duduk sendiri tepat di depanmu. Aku baru mengerti ternyata kamu orang yang membenci ketinggian dengan bersembunyi di balik ketiak kekasihmu. itu sangat menggelikan.

Foto oleh Radityo Pradipta
Empat hari lalu, aku mengunjungi pulau Madura. Aku berkeliling mencari suasana yang berbeda. Saat dhuhur tiba aku memutuskan untuk menepi di masjid Bangkalan, masyarakat di sana menyebutnya dengan “Masjid Emas”. Entah mengapa panggilan emas tersemat untuk masjid yang selalu ramai pengunjung itu.

Setelah rebahan sekitar lima belas menit, aku segera bersiap menuju barat. Perjalanan yang tak tentu arah itu, membawaku pada area pertambakan rakyat. Melewati kumpulan perdu yang hijau dan beberapa komunitas mangrove mayor yang sebagian telah terpangkas oleh tangan-tangan jahanam. Perjalanan saat itu mengingatkan aku pada desa Sukapura dan Ngadisari saat sore hari yang sepi, mungkin bedanya jalan yang saat itu aku lewati tidak ada tanjakan atau turunan yang menggoyang pantat kita.

Sayang kau tak ada di jok motor bersamaku saat itu.

Sandi, memang perjalanan waktu itu aku tak sendiri, aku mengajak beberapa rekan-rekanku pekerja foto untuk bergabung denganku. Mereka mengabariku secara kebetulan saat aku hampir membuat keputusan untuk memutar balik setang motorku. Mungkin tak selamanya sendiri itu mengasyikkan, terkadang kita butuh teman untuk berbagi. Mungkin Tuhan mengerti ini, dan mengirim mereka untuk mewakilkanmu.

Lengkap sudah kami berempat saat itu. Salah satu kawanku bernama Muslim menyarankan untuk mengunjungi mercusuar di daerah Sembilangan. Masyarakat Bangkalan sering menyebut mercusuar itu dengan sebutan “Mercusuar Lampu”. Letak mercusuar tersebut berada di desa Sembilangan, maka sebagian besar masyarakat luar Madura lebih mengenal dengan nama Mercusuar Sembilangan.

Kesan pertama saat aku tiba di kawasan Mercusuar Sembilangan sore itu: sepi. Tak begitu ramai dengan pengunjung berserta hiruk pikuknya. Aku juga masih ingat saat kamu mengajakku ke pos pantau mangrove Wonorejo untuk mencari inspirasi dan menghindari keramaian kota. Saat itu aku membawa binocular untuk mengamati burung, sedangkan kamu membawa tas seukuran kertas A3 dengan isi kamus bahasa Indonesia dan pensil warna-warni. Mungkin Tuhan menciptakan beberapa kesamaan untuk aku mengingat dan menghargai peristiwa.

Setelah memarkir sepeda motor, aku masih enggan untuk memasuki komplek mercusuar. Aku memandangi sekitaran sembari menarik nafas yang dalam. Teduh. Namun sayang beberapa kali mengarahkan pandangan, terlihat beberapa sampah tercercer tak karuan. Aku mengambil yang terdekat dari tempatku berdiri, kemudian berjalan kearah timur untuk melihat beberapa mangrove yang terpangkas. Perasaan miris, bercampur aduk saat itu. Mungkin sebentar lagi kawasan ini akan ramai oleh pertokoan. Tapi semoga saja tidak, karena empat warung di depanku saja sudah cukup membuat perutku berisik untuk diisi.

Sudah ah, daripada aku berlama-lama bercerita. Lebih baik aku pamerkan beberapa foto tentang Mercusuar Sembilangan itu padamu. Semoga suatu hari nanti kita dapat mengunjunginya, menikmati sunset dan berlari beradu cepat untuk menaiki anak tangga. Oh aku lupa lagi, kalau kamu takut ketinggian dan badanmu sudah tak selangsing dulu.

Mercusuar Sembilangan, dengan 16 lantai dan 1 lantai untuk lampu.
Kenalkan: Kang Agung, Adit, dan Asdi.
Dari dalam kita dapat melihat pemandangan luar dari jendela pada setiap lantai.


View dari dalam Mercusuar Sembilangan.


Tangga di dalam Mercusuar Sembilangan.


View dari belakang, Mercusuar Sembilangan.

Aku cukupkan untuk sementara tulisanku. Semoga saja tulisan kali ini, menjadi penawar rinduku padamu. Sampai berjumpa lagi Sandi. Semoga kamu selalu diberi kekuatan dan kebaikan untukmu sendiri dan untuk manusia lain di sekitarmu. Amiin. 

*Foto tambahan, (Landscape)

Seperti kataku, Mangrove sudah banyak yang ditebang di area Mercusuar Sembilangan.
Z. M. Willem III, Mercuar Sembilangan.
View dari bawah, tempat untuk menaik-turunkan barang.
Lorong untuk barang dilihat dari atas lantai tiga.
View dari lantai 16, Mercusuar Sembilangan.
Foto latar adalah pelabuhan Tanjung Perak.
Dari lantai 16, kita dapat melihat pemandangan pertambakkan.
Cheers!



2 komentar

  1. Jika kita tahu, Madura memiliki banyak kekayaan budaya yang belum tergali. Bukan hanya budaya, kuliner, dan sisi pariwisata juga Madura tidak bisa dianggap remeh.

    Jika Surabaya punya "Sparkling", lah kenapa tidak Madura punya "Bahari" yang belum dimunculkan.

    Ayo mas Siman, jelajah Pulau Madura.
    Salam kenal dari Zainul - Pamekasan. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir mas Zainul.
      Banyak rekan-rekan Plat M (Blogger Madura), merekalah garda depan pencitraan Pulau garam yg eksotis itu.

      Mari eksplor Pulau Madura. :)

      Hapus

Pasang Iklanmu di sini