6 min Reading
Add Comment
Segarkan ingatan saat
menghirupku
Resapi rasa hadirnya
diriku
Aku bisa hidupkan
dirimu hari ini
Aku bisa..
Dialog Dini Hari –
Oksigen
![]() |
Nikmatnya Travelling. |
Ada kalanya kita mengutuki nasip sendiri dengan beberapa pernyataan
yang tak mendasar. Lalu berusaha melawan diri sendiri, menyalahkan Tuhan atas
apa yang telah terjadi pada diri kita. Perasaan bosan dengan rutinitas,
perasaan jengah dengan lingkungan, yang tanpa sadar telah menyudutkan kita
menjadi satu identitas diri. Mengkotak-kotakan wilayah hidup, sehingga kita
sendiri hampir lupa siapa diri kita sebenarnya.
Lupa dengan tujuan, lupa dengan apa yang membuat kita tersenyum dengan
tulus. Kita diperkosa habis-habisan dengan waktu dan lingkungan yang kita
sendiri ragu menyebutnya apa? Apa satu kebahagiaan atau satu kepiluan hidup
yang tidak kuasa kita tolak keberadaannya.
Banyak dari diri kita sibuk mengasihani orang lain, tapi tak pernah
mampu mengasihani dirinya sendiri dengan tulus-ikhlas. Kita hanya sibuk menolak
untuk bertelanjang, apalagi untuk kemudian menundukkan kepala melihat kemaluan
masing-masing. Kita hanya tak mau dilihat kurang. Kita adalah pengecut berupa
badut.
Saat bangun tidur pun, kita tak pernah punya kuasa akan diri kita
sendiri. Tubuh yang lelah, perasaan yang tak bernyawa. Tapi kita tetap memaksa
untuk menuju kamar mandi untuk mencuci muka dengan menahan rasa kantuk yang
terkadang bercampur dengan udara dingin pagi hari. Parahnya, kita masih bisa menerka-nerka
beberapa hal yang akan kita lakukan nanti. Satu jam yang akan datang, sampai
lima jam yang akan datang. Hebat! Semua seolah-olah sudah tertanam dalam pikiran
bawah sadar kita, seperti memori yang menyimpan satu fase aktivitas harian
sebelum kita benar-benar melakukannya. Kualat!
“Kita sudah membiasakannya, maka
kami biasa menebak.”
“Semua terlihat sama, sama
seperti biasanya.
Tapi, aku dimana?” di tempat
monoton seperti biasa.
“Goblok!”
***
Jika sudah seperti itu kawan, mungkin ada baiknya kita memberanikan
diri untuk keluar dari wilayah tersebut, sebentar saja. “kita butuh piknik.”
Bukan lari dari tanggung jawab, bukan menyerah dari tantangan. Tetapi
lebih dari itu, otak kita butuh daur ulang. Butuh oksigen yang lebih. Supaya
kita dapat terus berpikir jernih. Biarkan mata beristirahat sejenak, persilahkan
mata untuk melihat beberapa hal yang berbeda. Melihat beberapa hal yang mungkin
jarang kamu lihat, atau kejutan-kejutan kecil yang mampu membuat kita lebih
peka lagi. Kejutan-kejutan kecil dalam hidup itu, sama serunya saat kamu jatuh
cinta dengan seseorang.
Mungkin tolak ukur dari kamu butuh piknik adalah saat beberapa hari ke
depan yang akan kamu lakukan dapat mudah ditebak. Kamu dapat menebak dengan
siapa kamu bertemu, sampai kamu dapat menerka kamu akan memutuskan pulang
dengan siapa.
Terkadang, kita juga dihadapkan dengan kondisi yang apa boleh bikin.
Kita juga terkadang tak memiliki kuasa atas diri kita sendiri untuk berani
merubahnya, apalagi keluar dari zona itu. Sudah terlanjur nyaman. Jika sudah
begitu, kita memang butuh piknik, untuk sebentar memutar sekrup otak supaya tak
terlalu kencang mengikat. Kita butuh piknik kawan, dan saya sering menyebutnya
dengan “travelling”.
***
Saya akan sedikit berbagi dengan kalian. Berbagi bagaimana nikmatnya
saat travelling. Ambil contoh dengan kondisi tempat tinggal saya sekarang, kota
metropolitan. Kota yang mulai berbenah dengan segala hiruk-pikuknya. Kota ini
mulai meniru padatnya Ibu kota Jakarta. Serangan dari penjuru daerah, dari pagi
sampai pagi lagi tak pernah berhenti. Itulah Surabaya.
Melihat fenomena ini, bisa dipastikan kita sendiri butuh rehat.
Beristirahat sejenak untuk menarik nafas dengan tarikan panjang, dan
menyandarkan punggung yang lupa untuk disandarkan.
Baiklah, sampeyan butuh contoh nyata saja. Karena bisa dipastikan saat
saya berbicara panjang lebar, sampeyan-sampeyan tak akan pernah percaya
bagaimana nikmat travelling itu
diceritakan dengan kalimat-kalimat yang saya tuliskan. Yang ada sampeyan semua
jadi bosen dan bingung.
Lebih baik, sampeyan-sampeyang melihat beberapa foto yang akan saya
tampilkan. Kemudian sampeyan-sampeyan bisa menilai sendiri bagaimana jika berada
di sana. Ada sampeyan berdiri atau duduk dengan suasana yang jarang anda lihat
apalagi temui, dapat membuat sampeyan lebih peka dan bersemangat.
Patahan dan Kabut Pagi Kawah
Ijen
Entah, tidak ada alasan khusus untuk memilih foto ini, apalagi untuk
judul yang saya tuliskan sekarang. Mungkin saya ingin mengajak anda untuk sedikit
mengetahui Kawah Ijen. Atau jika anda sudah pernah berkunjung ke Kawah Ijen,
saya mengajak anda untuk mengulang kembali ingatan-ingatan perjalan menuju warna danau dengan hijau toska yang terkenal itu.
Para Penambang Belerang
Mungkin pada kesempatan itu, saat saya berkunjung ke Kawah Ijen, bukan
keindahan kawah yang coba Tuhan perlihatkan kepada saya dan rekan-rekan. Kami
tak bertemu blue-fire. Jangankan blue-fire, Kawah Ijen yang hijau toska
itu pun, tak kami lihat dengan jelas, karena kabut serta asap yang dikeluarkan dari kawah bercampur aroma belerang
yang khas itu terus-menerus keluar membuat dada kami sesak.
Mungkin Tuhan coba memberi tahu saya, ada beberapa saudara-saudara kita di muka
bumi ini, yang kebetulan bekerja cukup keras untuk hidup dan menghidupi keluarganya dengan menambang belerang. Mereka adalah
penambang belerang di Kawah Ijen. Memikul belerang dengan beban hampir 95
kilogram, dengan kurang lebih empat kali estafet bolak-balik. Maka lihatlah
mereka dalam berupaya, kemudian ambil pelajaran darinya supaya saya lebih bersyukur.
“Gendeng, pundakmu
isok anjlok! Cuk..”
Ragam Rupa Pengunjung Kawah
Ijen
Tidak dapat dipungkiri, satu kawasan yang dapat ditempuh dengan biaya
murah dan dengan akses kawasan yang mudah. Pastilah pengunjung pun banyak
berdatangan. Apalagi gema Kawah Ijen memang tiada tanding. Keunikan dan
karakter Kawah Ijen, yang dapat kita temui saat berada di perjalanan sampai
berada di kaldera, memang cukup tenar untuk wisatawan asing.
Bukan hanya wisatawan asing saja, yang memenuhi kawasan Kawah Ijen. Wisatawan
lokal yang memanfaatkan liburan akhir pekan seperti saya juga tak kalah banyak.
Maka inilah pemandangan menarik yang selalu dapat saya ambil pelajaran. Apalagi
saya sangat gemar melihat-lihat sekitar, kemudian memikirkan apa yang saya
lihat, mengapa bisa seperti itu? dan banyak lagi beberapa hal yang saya pikirkan.
Bumi kita Indonesia ini, sangat cantik. Ijen adalah sebagian kecil yang
Tuhan coba tunjukkan kepada saya dan rekan-rekan untuk liburan. Kemudian saya
juga menemui ragam rupa dari ciptaan Tuhan yang sungguh mulia, yaitu manusia
dengan semua perangainya. Jauh lebih beragam dari
manusia-manusia yang berada di pasar, kubikel kantor, apalagi rumah toko.
Gunung yang menampung keragaman. Mulai dari sang pencari pencerahan
sampai pencari masalah hidup yang bertahan hidup.
Tapi saya bersyukur, masih bertemu beberapa orang diperjalanan yang
selalu menjaga senyumnya. Saya bangga dengan orang-orang yang menjaga senyumnya
untuk orang lain. Entah mereka sedang menertawai sebuah kesedihan, atau
menertawakan diri sendiri. Saya tidak tahu, yang saya tahu senyum adalah salah
satu ibadah terkecil yang bisa sampeyan dan saya lakukan untuk orang lain. Maka
biasa saya katakan, nikmat travelling
adalah nikmat yang baru benar-benar kita rasakan saat berada di rumah, kemudian
tersenyum tulus kepada orang-orang terdekat kita.
Seperti halnya, jika sampeyan tidak punya uang apalagi waktu untuk travelling, sudahlah sampeyan jangan memaksakan
diri, apalagi menyiksa diri sendiri, cukup tersenyum saja. Toh sama saja, senyum
itu sama dengan beribadah kan. Hahaha..
Nuikmaaatt Terrsuenyuuumm! :))
0 komentar:
Posting Komentar