4 min Reading
Add Comment
Kerapkali dalam hidup kita
terlalu baik pada orang lain dan lupa belajar mencintai diri sendiri. Perihal
kekalahan dan rasa percaya yang kemudian berbalik menjadi musuh. Mengenai
perasaan yang kamu hibahkan dengan begitu rupa lalu dibalas dengan sebuah persekutuan
tengik. Sepertinya hidup adalah perihal mempersiapkan kehilangan dan
ditinggalkan.
#30HariMenulis
Ilusi kesepian
ngomel
selebihnya dusta
self discovery
Setiap penghianatan dan cara
membalasnya kamu bisa saja belajar dari siapapun. Tapi apa yang lebih buruk
dari disakiti orang yang kamu sayangi? Aku kira kita, seperti yang sudah
kubilang sebelumnya, seringkali terlampau lugu untuk berpikir bahwa orang lain
akan bertindak sebaik kita dan sejujur kita. Dan memang kenyataannya tidak
demikian.
Mengenai seperangkat perasaan
yang kerap kali kita namai cinta dan sayang, dibalas dengan sebuah kekejian. Mencintai
orang yang salah. Sedangkan sebagian lain mencintai dengan cara dan keadaan
yang salah. Kukira batas antara rasa cinta dan sebuah kebencian itu setipis
kentut dan berak, bau busuknya sama saja.
Aku tak tahu alasannya mengapa
diantara kita kemudian merancau galau dalam kesedihan bertele-tele. Ingatlah
kamu masih selalu beruntung. Setidaknya siapapun yang kamu rasa telah hilang,
ia masih hidup, masih ada untuk kamu temui di jalan dan kamu kenali sosoknya di
manapun. Sedangkan kehilangan karena kematian atau mungkin karena persekongkolan
tak mungkin semudah itu.
Kita tahu ada beberapa istri tokoh
di luar sana, yang terombang ambing dalam tanda tanya, dipaksa menghadapi
kekalutan setiap hari. Ia berada pada sebuah persimpangan antara kematian,
kehilangan dan harapan. Ia disiksa perasaan yang menggantung pada
bayang-bayang. “Apakah suamiku mati? Jika iya, dimana? Jika tidak, dimana?” Perasaan
seperti itu jutaan kali lebih menyakitkan daripada harus menghadapi kematian
yang sudah pasti nyata.
Sekali lagi, kamu beruntung bahwa
kamu tak perlu merasakan kehilangan seorang karib karena masalah perempuan.
Juga karena kamu bisa dicintai dengan apa adanya meski dengan segala sikap
tengikmu. Sedangkan banyak jutaan dan milyaran orang di kolong langit ini harus
memakai gincu dan berkata manis untuk bisa diterima. Kita kira juga ada baiknya
kita berhenti galau dan belajar untuk menghargai hidup sendiri.
“I don't need to talk about her or look at pictures... 'cause
the truth is, a lot
of times, I see
her... on the street. I walk down the street, I see her in someone else's
face... clearer than any of the pictures you carry with you. I get that you're
in pain, but you got each other. You got each other! And I'm the one who's
gotta see her and the girls all the time.” Begitulah penggalan dari Reign
Over Me yang saya kutip dari tulisan Bustomi yang mungkin membuat kita menjadi
kusut masai.
Setidaknya kamu memiliki satu
sama lain, memiliki pertemanan, sahabat dan rekan yang sama. Tinggal dalam satu
kota dan negara yang sama. Berbeda dengan orang yang lantas diasingkan dan
dipenjara di satu pulau terpencil. Dan kamu tidak perlu merasakan kerinduan
yang dihantui oleh jarak.
Kamu bicara tentang rindu yang
ditahan, rasa yang ditekan dan apapun yang kamu kutuki dari sebuah perpisahan.
Kamu tak pernah tau apa itu perpisahan. Karena kamu dan orang yang kamu
rindukan tinggal dalam satu atap kota yang sama. Dan memang benar, melankolia
selalu menemukan wujudnya yang paling buas dalam kesendirian. Entah itu dalam
keramaian ataupun sepi.
Baiknya kita, seperti yang
semestinya dilakukan, berhenti untuk galau. Berhenti untuk merutuki nasip dan
sikap diri sendiri. Mulailah mendendam dengan cara yang baik dan benar. Dendam
tak akan pernah diajarkan dalam bangku perkuliahan pun juga dalam khutbah suci
di jumat dan minggu pagi. Dendam lahir dari diri sendiri, itu yang membuat
manusia menjadi makhluk yang otonom dari Tuhan dan iblis.
Manusia mendendam dan Tuhan yang
mengutuknya.
PS: Salut untuk Bustomi, untuk
tulisan yang mencerahkan dan menginspirasi. Semoga Tuhan selalu menjagamu dan
memberimu kebahagiaan. Tidak ada yang tercuri darimu sobat, saat kau mampu
menolong orang lain. Terus berkarya, semoga kau masuk surga!
0 komentar:
Posting Komentar