Reading
Add Comment
Kurang lebih lima belas hari
sudah saya menulis di blog kesayangan ini, dengan label tulisan #30HariMenulis. Ada perasaan bangga,
sudah separuh perjalanan untuk berusaha konsisten dalam menulis. Sebenarnya ada
beberapa hal yang mendasari saya untuk tetap berusaha konsisten dalam menulis
pada label tulisan #30HariMenulis
ini.
#30HariMenulis
ngomel
Pertama. Dulu saat saya masih
duduk di bangku sekolah dasar, Ayah saya pernah berkata pada saya, “Jika kamu
sudah mulai menyukai seorang gadis, maka kirimilah ia satu surat. Entah,
berisikan tentang apa saja untuknya. Kemudian sebelum kamu mengirimkan
kepadanya, taruhlah dulu di meja belajarmu supaya kamu selalu semangat untuk
pergi ke sekolah.”
Kedua, ternyata cara klasik itu
lebih berkesan dari pada cara-cara instant
nan modern seperti saat ini. Saya
beruntung, meski saya tidak tinggal serumah dengan Ayah dan Mamak saya, tapi di
rumah yang saya tinggali saat ini bersama Kakek dan Nenek, tersimpan beberapa
buku-buku peninggalan Ayah dan Mamak saya. Pernah pada kesempatan lain, saya
menemukan beberapa kotak yang berisikan ribuan surat dari kedua orang tua saya,
surat yang mereka buat dulu saat mereka sedang jatuh cinta. Saya membaca
bagaimana Ayah saya sedang merayu Mamak saya melalui surat, kemudian Mamak
membalasnya dengan satu puisi yang romantis. Argh, mereka pernah muda juga
ternyata!
Ketiga, saya percaya ada beberapa
hal selain doa yang tak pernah mati, yaitu tulisan. Pernah pada satu halaman
Mamak menuliskan satu puisi. Pada surat tersebut Mamak menuliskan puisi untuk
seseorang yang lahir pada tanggal 13 Februari. Seperti monolog ringan untuk
mengawali puisi tersebut. Puisi tersebut seolah berteriak dengan lirih memuja
dan memuji pada satu nama dalam surat tersebut. “Saya kaget saat menuntaskan
puisi dalam surat tersebut, surat yang tertulis pada tanggal 13 Februari 1990
di Surabaya itu, ternyata menceritakan tentang saya yang waktu itu sedang
berumur satu tahun.”
Keempat, kenangan dan masa depan
adalah satu paket yang utuh dalam hidup. Begitu pun saat berbicara tentang
cinta dan tujuan, kedua hal tersebut membutuhkan usaha serta pembuktian. Dengan
menulis saya dapat merangkum kenangan, merapikannya dan dapat lebih bersahabat
dengannya tanpa harus melawannya. Dengan menulis masa depan dapat kita
persiapkan dengan matang, karena dari apa yang kita tulis kemarin kita lebih
mengerti langkah apa yang harus kita ambil setelahnya.
Saya pernah mendengar satu
kalimat baik dari Ayah saya, “Lakukanlah,
Lakukanlah kebaikan, tanpa pedulikan nantinya kamu akan menjadi apa dan
bagaimana? Jadilah apa saja, dengan perasaan yang utuh dan berbahagialah!”
Mungkin dengan menulis saya dapat
merangkum duka, menerjemahkan kebahagiaan, serta mengejawantahkan harapan, atau
juga lebih bersahabat kembali dengan kenangan. Apa pun itu saya ingin berkata
dalam diri saya sendiri, “Tetap menulis, dan tetaplah berbahagia!”
0 komentar:
Posting Komentar